Padi tumbuh dalam kesunyian, sejak hijau hingga menguning. Dia tidak banyak "bicara" dan gembar-gembor untuk mempersiapkan kematangannya. Dan saat matang dia justru merunduk. Semakin berisi semakin tunduk. [iqbal.dawami@gmail.com]
Selasa, 26 Agustus 2008
Perjumpaan Dengan Stephen King (Sebuah Takdir)
Semenjak balik ke Jogja, buku pertama yang aku beli adalah karya favoritku yang sudah sejak dulu ingin aku beli tapi belum kesampaian. Alasannya ada dua: Aku tak mampu membelinya dan tak ada anggaran untuknya. Buku tersebut tergolong mahal bagiku, sekitar 30 ribu ke atas (aku lupa diskonnya berapa, kalau harga aslinya 49 ribu rupiah). Selain itu, kertasnya buram. Jadi tidak logis jika buku itu harganya mahal.
Sebetulnya bisa saja sih aku menyisihkan duit beberapa bulan untuk membeli buku tersebut, tapi pada waktu itu kebutuhan membeli buku yang lainnya juga harus aku penuhi, terutama buku-buku yang ada kaitannya dengan pembahasan tesisku. Alhasil, hingga selesai kuliah dan mudik aku nggak bisa membeli buku tersebut Aku mengubur keinginanku sendiri.
Tapi ketika aku kembali ke Jogja, secara tak sengaja aku bertemu dengan buku itu lagi di Social Agency. Pertemuan kali ini dengan buku itu bener-bener membahagiakanku, buku itu memberiku senyum dan mengatakan, "Iqbal aku tahu kamu menginginkan aku, silahkah miliki aku!"
Aku pun tak ragu untuk memiliki buku tersebut. Dengan senang hati, langsung saja aku beli buku itu. Selain memuaskan hasrat rinduku pada buku tersebut, dua alasan di atas benar-benar tak berlaku pada kali ini: Anggaranku sudah ada untuk membelinya dan buku tersebut didiskon 50% (seharga Rp 24.500,-).
Terima kasih Tuhan. Tuan Stephen King, kita memang ditakdirkan untuk bertemu, agar aku bisa banyak belajar menulis dari Anda.
Aku juga membeli buku yang mengulas tentang Stephen King. Hmmm…, lumayan banyak hal yang kudapatkan dari buku itu tentang Stephen King. Kesuksesan menulis novelnya, mengantarkan dirinya terjun ke dunia perfilman.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar