Kamis, 23 April 2015

Panggilan Jiwa

“Aku percaya satu-satunya cara berbagi cinta personal kita adalah dengan melalui kerja, dan kerjaku ya menulis, sama seperti sopir taksi menyopir” (Paulo Coelho)

Sewaktu masih kuliah aku pernah berkata, “Sepertinya aku sudah tahu panggilan jiwaku. Aku ingin jadi penulis.” Entah dari mana bisikan itu. Dunia kepenulisan saja masih belum tahu waktu itu. Mungkin satu hal yang membikin aku yakin kalau itu panggilan jiwa yaitu merasa nyaman dan asyik pada saat menuliskan sesuatu ke dalam kertas kosong. Mungkin ditambah kekaguman pada orang yang menulis buku karena tulisannya mau dibaca banyak orang dan dapat bayaran pula atas buku yang mereka tulis. 

Pelbagai rintangan dan ujian menempuh mimpi menjadi penulis datang silih berganti. Sempat pula merasa kalau mimpi ini adalah sebuah kesalahan yang akhirnya menjadi kutukan. “Makan tuh mimpi!” Ujar setan dalam diriku. Aku sebut kutukan karena ketika menjajal profesi lain selalu saja gagal. Tidak ada yang istiqamah. Aku pernah jadi guru, dosen, dan editor in-house, tapi ketiganya tidak ada yang langgeng aku jalani. Dalam diriku seolah-olah ada yang berkata, “Ayo keluar, panggilan jiwamu bukan ini!” Oh My God. Aku juga pernah mengikuti tes CPNS dosen sampai 3 kali. Hasilnya nihil. Yang agak mendekati lolos yaitu pas aku tes di IAIN Walisongo Semarang. Waktu itu sudah tahap wawancara, yang hanya menyisakan 2 orang saja, dimana aku salah satunya.

Aku berpikir apakah itu semua adalah isyarat kalau aku memang ditakdirkan untuk jadi penulis? Mboh lah. Jika “menulis” itu sebuah makhluk mungkin akan mengatakan kepadaku, “Kemana pun kamu pergi pada akhirnya akan pulang ke aku juga, hehe...” Sialan. Tapi ada benarnya ungkapan itu, karena aktivitas menulis tidak pernah terputus pada waktu itu (tentu saja sampai sekarang). Segala jenis tulisan dan buku aku buat dan aku kirim ke pelbagai media. Kadang dimuat/diterbitkan, kadang pula ditolak. Bahkan banyak ditolaknya ketimbang dimuat/diterbitkan. Kalau cintamu sering ditolak oleh para perempuan, santai saja. Sungguh ujianmu belum seberapa. Karena tetap kalah banyak olehku saat tulisanku ditolak oleh redaktur dan editor, hehe...

Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti dalam menjalani laku penulis. Bahkan mungkin banyak sedihnya. Tahu sendiri lah bagaimana kondisi penulis pemula di Indonesia. Tapi karena ini memang sudah panggilan jiwaku, seperti apapun kesedihannya akan aku telan. Ya, satu-satunya pekerjaan yang tidak terputus dari kuliah sampai sekarang adalah menulis. Dan kini, menulis membawa keberkahan bagiku. Aku teringat saat Paulo Coelho ditanya seorang reporter, “Kau merasa penulisan mendesakkan dirinya padamu atau kau memilihnya?” Dia jawab, “Aku memilihnya dan memimpikannya seumur hidup. Aku selalu mengejarnya, tersandung-sandung, kerap berbuat salah, tapi aku menang melalui kekuatan tekadku, dan ini selalu menjadi semboyan hidupku.” Itu pula yang aku rasakan sepertinya halnya Coelho.

Melalu aktivitas menulis aku dipertemukan dengan banyak orang, dari yang tadinya tidak kenal menjadi kenal, bahkan menjadi saudara. Melalui menulis pula aku diperjalankan dari satu tempat ke tempat lain. Alhamdulillah, puji Tuhan.

Kini, aku membuat usaha pelatihan dan penerbitan. Melalui lembaga ini aku berharap bisa menjadi tempat sharing pengetahuan dan pengalaman bagi siapa pun yang ingin mengenal dunia baca-tulis. Bismillah. []


Kamis, 23 April 2015