“Aku tidak meninggalkan setelahku satu fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada fitnahnya para perempuan”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh para penafsir agama, Hadis di atas itu kemudian dijadikan alasan atau dasar legitimasi untuk membatasi gerak dan aktifitas kaum perempuan di luar rumah dalam pandangan normatif. Pembatasan ini hanya diberlakukan bagi perempuan dan tidak bagi kaum laki-laki, agaknya karena perempuan mendapat stigmatisasi sebagai sumber fitnah tadi.
Terlepas dari hal itu, hal yang paling subtantif dari persoalan ini adalah penciptaan situasi yang memungkinkan perempuan, meskipun sendirian dapat terhindar dari gangguan dan tangan jahil laki-laki. Tetapi, bagaimana pun mekanisme ini dibuat, menghubungkan fitnah hanya bersumber dari perempuan, merupakan cara pandang yang sangat patriarkhis dan menyudutkan perempuan.
Sungguh sangat aneh dan tidak adil ketika perempuan yang selalu harus selalu disalahkan atau ketika hanya perempuan yang dianggap menjadi sumber fitnah meski yang mengganggu, menggoda atau menjahili perempuan adalah laki-laki. Bukankah laki-laki juga bisa menjadi daya tarik bagi kaum perempuan?
Seorang wanita boleh saja berkarir di dalam atau di luar rumahnya, dengan syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menjaga masa depan keluarganya. Diperlukan juga suasana ketaqwaan dan diliputi kesucian, agar wanita dapat melaksanakan pekerjaann yang dilimpahkan kepadanya dengan aman.
Hadis tentang perempuan sebagai sumber fitnah ini, hendaklah direnungkan dan lebih dipahami secara mendalam karena tidak semua perempuan bisa menjadi sumber fitnah, laki-laki pun bisa saja menjadi sumber fitnah.
Dalam al Qur’an terdapat beberapa ayat yang sering digunakan untuk mendiskreditkan perempuan, salah satunya yaitu kisah Zulaikhah, istri Qitmir tertarik pada anak angkatnya, Yusuf (QS. Yusuf/12: 20-29). Orang yang menggunakan ayat-ayat tersebut untuk mendiskreditkan perempuan tampaknya hanya membaca ayat 25 – 28, dan tidak membaca ayat 24. Bunyi di ayat itu jelas bahwa keduanya sama-sama tergoda. Dari keterangan ini jelas baik perempuan maupun laki-laki memiliki potensi yang sama untuk menggoda dan tergoda.
Latar belakang hadis ini muncul berkenaan dengan Rasul, yang mana ketika itu Rasul melihat seorang perempuan di jalan dengan pakaian dan perilaku yang “menggoda”, sehingga Nabi menganggap wajah perempuan itu seperti setan. Dalam Syarah Shahih Muslim diceritakan, bahwa suatu kali Rasul melihat seorang perempuan di jalan. Beliau lalu pulang untuk menghampiri istri beliau (Zaenab) yang sedang mengusap-usap kulitnya dan langsung melepaskan hajat (hasrat) dengannya. Selanjutnya beliau keluar menemui para sahabat dan berkata: “Sesungguhnya datang dengan rupa setan. Jika salah seorang dari kalian terpesona menatap wanita itu di jalan, maka hendaklah ia segera pulang untuk menemui istrinya, sebab hal itu bisa menghalau gairah yang bergejolak dalam dirinya”.
Oleh karena itu, Hadis ini haruslah benar-benar dipahami karena tidak semua perempuan bisa dianggap sebagai sumber fitnah. Bukankah perempuan juga bisa menjadi sumber rahmat bagi semesta alam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar