Jumat, 15 Agustus 2008

Takhrij Hadis (Selayang Pandang)

- Takhrij al-Hadis adalah penelusuran/pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.

- Pentingnya takhrij al-hadis:
a. untuk mengetahui asal usul riwayat hadis
b. untuk mengetahui seluruh riwayat hadis
c. untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi' pada sanad yang diteliti.

- Metode Takhrij ada 2 macam:
1. Bil lafz (kata)
2. Bil maudhu' (tema/topik masalah)

- Kamus hadis untuk M.T. bil lafz: المعجم المفهرس لالفاظ الحديث النبوى (kar. Dr.A.J. Wensinck) memuat 9 kitab hadis (Shahih al-Bukhori, Sunan Abi Daud, Sunan at-Turmudzi, Sunan an-Nasa'i. Sunan Ibnu Majah, Sunan ad-Darimi, Muwatta', dan Musnad Ahmad bin Hambal.

- Rujukan untuk M.T. bil maudhu' : مفتاح كنوز السنة Kar.Dr.A.J. Wensinck, dkk. Memuat 14 kitab hadis (9+5:Musnad Zaid bin Ali, Musnad Abi daud at-Tayalisi, Thabaqat ibn Sa'ad, Sirah ibn Hisyam, dan Maghazi al-Waqidi.

- منتخب كنزالعمل karya Ali bin Hisyam ad-Din al-Mutqi, memuat 20 kitab hadis.
Hal yang dicari takhrij al-Hadis adalah menguji keshahihan sebuah hadis. Adapun unsur-unsur kaidah keshahihan hadis adalah sebagai berikut:

1. Sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung mulai dari mukhorrij-nya sampai pada Nabi
2. Seluruh periwayat dalam hadis itu harus bersifat ‘adil dan dhabit
3. Sanad dan matan-nya, harus terhindar dari kejanggalan (syuzuz) dan cacat ('illat).

Ada dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah ke’adilan dan ke-dhabit-annya. Ke’adilan berhubungan dengan kualitas pribadi, sedang ke’dhabitannya berhubungan dengan kapasitas intelektual. Apabila kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai bersifat tsiqah. Istilah tsiqah merupakan gabungan dari sifat ‘adil dan dhabit. Untuk sifat ‘adil dan sifat dhabit, masing-masing memiliki kriteria tersendiri.

Ada empat butir kriteria untuk sifat ‘adil itu: 1. beragama Islam; 2. mukallaf; 3. melaksanakan ketentuan agama; dan 4. memelihara muru'ah.

Muru'ah ialah kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. Hal itu dapat diketahui melalui adat istiadat yang berlaku di masing-masing tempat. Contoh-contoh yang dikemukakan oleh ulama tentang perilaku yang merusak atau mengurangi muru'ah antara lain ialah; makan di jalanan, buang air kecil di jalanan, makan di pasar yang dilihat oleh orang banyak, memarahi istri atau anggota keluarga dengan ucapan kotor, dan bergaul dengan orang yang berperilaku buruk. Bila periwayat hadis tidak memelihara muru'ah, maka dia tidak tergolong sebagai periwayat yang adil dan karenanya, riwayatnya tidak diterima sebagai hujjah.

Berdasarkan kriteria sifat ‘adil yang telah dikemukakan di atas, maka hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang suka berdusta, suka berbuat munkar atau sejenisnya, tidak dapat diterima sebagai hujjah. Bila riwayatnya dinyatakan juga sebagai hadis, maka hadisnya adalah hadis yang berkualitas sangat lemah (dha’if), yang oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai hadis palsu (hadis maudhu').

Ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan pengertian istilah untuk dhabit, namun perbedaan itu dapat dipertemukan dengan memberi rumusan sebagai berikut:

1. Periwayat yang bersifat dhabit adalah periwayat yang: a). hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya, b). mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain.
2. periwayat yang bersifat dhabit ialah periwayat yang selain disebutkan dalam butir pertama di atas, juga dia mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya itu.

1 komentar:

Mus'idul Millah mengatakan...

kalau boleh menambahkan sebenarnya, metode takhrij hadis tidak hanya ada dua, tetapi ada tiga metode lainnya yang juga perlu diperhatikan; pertama, Ma'rifat al-Shahabah ka Ruwwat al-Ula (mengetahui Shahabat sebagai rawi pertama), kitab-kitab yang dapat digunakan pun beragam mulai dari kitab-kitab musnad, dan kamus-kamus seperti Mu'jam Mufahras A.J. Wensinck; kedua, Ma'rifat Athraf al-Hadis (mengetahui potongan [frase] hadis baik awal, tengah, maupun akhir, kitab yang dapat digunakan di antaranya adalah Mausu'ah Athraf al-Hadis al-Nabawi dan al-Jami' al-Shaghir; ketiga, Ma'rifatu Ahwal al-Hadis (mengetahui kondisi hadis[masyhur, maudlu', shahih, dll]) kitab yang dapat dirujuk di antaranya adalah kitab-kitab maudlu'at, kitab-kitab al-jawami', kitab tadzkirah fi al-ahadis al-musytahirah, kitab-kitab sunan dll; dan yang keempat adalah dengan menggunakan sarana elektronik seperti Mausu'ah al-Hadis al-Syarif dengan tetap berpedoman pada metode-metode yang telah disebutkan. sehingga total keseluruhan ada enam metode takhrij yang dapat dilakukan untuk penelitian hadis.