Sabtu, 09 Agustus 2008

Hadis Nabi Antara yang Pro dan Anti Feminisme

Pada saat Islam muncul pertama kali di Madinah maupun Makkah, banyak ayat Alquran membela dan membebaskan perempuan yang telah terkungkung oleh tradisi. Para sahabat begitu hati-hati memperlakukan istri-istrinya lantaran takut turun wahyu yang akan mengecam mereka jika mereka menyakiti para istrinya. Keadaan dan perilaku tersebut terus berlangsung hingga wafatnya Rasulullah SAW. Tapi setelah wafatnya Rasul, para sahabat pun mulai lagi muncul kebiasaan jahiliyahnya. Mereka bebas memperlakukan para istrinya. Dan itu ternyata terus berlangsung berabad-abad. Keadaan perempuan pada masa Nabi nyaris hilang.

Sepeninggal Nabi, perempuan disuruh berkhidmat kepada laki-laki sedangkan laki-laki tidak diajari berkhidmat pada perempuan. Fiqih yang semuanya dirumuskan laki-laki menempatkan perempuan pada posisi kedua. Beberapa gerakan Islam yang dipimpin laki-laki menampilkan ajaran Islam yang ‘memanjakan’ laki-laki.

Ada riwayat yang menggambarkan bagaimana keadaan kaum perempuan pada masa Nabi. Umar, ayah Abdullah menceritakan bagaimana perempuan sangat bebas berbicara kepada suaminya pada zaman Nabi. Ketika Umar membentak karena istrinya membantahnya dengan perkataann yang keras, istrinya berkata: “Kenapa kamu terkejut karena aku membantahmu?

Istri-istri Nabi pun sering membantah Nabi dan sebagian malah membiarkan Nabi marah sejak siang sampai malam. Ucapan itu mengejutkan Umar. Betulkah sebagian di antara kalian membuat Nabi marah sampai malam hari? Betul, jawab Hafsah “(HR.Bukhori).

Sejak itu Umar diam setiap kali istrinya memarahinya. “Aku membiarkannya,” kata Umar, “Karena istriku memasak, mencuci, dan mengurus anak-anak, padahal semua itu bukan kewajiban dia.”

Namun riwayat-riwayat semacam itu jarang dijumpai oleh khalayak kaum muslim. Justru yang ada adalah sebaliknya. Banyak kita baca maupun dengar riwayat-riwayat yang secara tidak sadar telah menyudutkan perempuan. Di antaranya adalah Hadis-Hadis yang menyuruh perempuan (istri) untuk bersujud kepada laki-laki (suami). Paling tidak ada tiga redaksi:

Pertama, “Sekiranya manusia boleh sujud kepada manusia lain, aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.”
Kedua, “Bila seorang perempuan menyakiti suaminya, Allah tidak akan menerima shalatnya dan semua kebaikan amalnya sampai dia membuat suaminya senang.”
Ketiga, “Siapa yang sabar menanggung penderitaan karena perbuatan suaminya yang jelek, ia diberi pahala seperti pahala Aisyah binti Mazahim.”
Itulah hadis-hadis yang sering kita dengar dari para da’i, tapi pernahkah kita mendengar Hadis di bawah ini?
“Ketika Aisyah ditanya apa yang dilakukan Rasulullah di rumahnya, ia berkata: “Nabi melayani keperluan istrinya, menyapu rumah, menjahit baju, memperbaiki sandal dan memerah susu.”
“Nabi bersabda: “begitu pula laki-laki menanggung dosa yang sama seperti itu bila ia menyakiti dan berbuat zalim kepada istrinya.”
Hadis tersebut merupakan kelanjutan dari Hadis kedua yang saya sebutkan di atas.
“Nabi bersabda, “Barang siapa yang bersabar (menanggung penderitaan) karena perbuatan istrinya yang buruk, Allah akan memberikan untuk setiap kesabaran yang dilakukannya pahala seperti yang diberikan kepada Nabi Ayyub.” Hadis ini adalah bagian awal dari Hadis ketiga di atas.

“Nabi bersabda, “Samakanlah ketika kamu memberi anak-anakmu. Bila ada kelebihan, berikan kelebihan itu kepada anak perempuan. Ketika ada sahabat yang mengeluh karena semua anaknya perempuan, Nabi bersabda, “jika ada orang yang mempunyai anak perempuan saja, kemudian ia memeliharanya dengan sebaik-baiknya, anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.”

Tidak ada komentar: