Jumat, 15 Agustus 2008

Abduh dan Ridha (Pemikiran Tentang Hadis)

MUHAMMAD ABDUH
Biografi
- Lahir di Mahallah, Mesir, pada 1849 Masehi. Hafal al-Qur'an usia 12 tahun

- Kuliah di Mesir, setamat kuliah dia menjadi guru dan dosen

- Abduh banyak belajar kepada Jamaluddin Al-Afghani

- Tahun 1882 dideportasi karena terlibat dalam Revolusi Arab. Ia tinggal di Syam, dan sempat tinggal juga di Paris, Prancis (selama 10 bulan). Di Paris ia menulis jurnal judulnya Urwatul Wutsqo bersama Jamaluddin al-Afghani.

- Pada 1889 Abduh kembali ke Mesir, lalu menjadi mufti. Dia terkenal sebagai pembaharu/reformer melalui pendidikan. Dia mengidealkan pada masa Nabi dan salafussoleh (para sahabat dan tabi'in), dan langsung merujuk sumber asli (al-Qur'an dan Hadis).

- Metode pembaharuannya: Al-Manhaj Al-Wustha (jalan tengah), yaitu tidak taqlid pada ilmu-ilmu agama yang dibuat ulama dan tidak silau pada ilmu-ilmu dunia (barat).

- Wafat 11 Juli 1905

RASYID RIDHA
Biografi
- Nama lengkapnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha. Lahir di Qalmun, desa yang letaknya 4 km dari Tripol, Libanon, pada 1282 H. Dia masih keturunan Nabi dari Husen putera Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad saw.

- Semenjak di bangku sekolah, dia sudah belajar bahasa Turki dan Prancis.

- Ridha banyak belajar secara door to door dengan beberapa pakar. Di bidang hadis dia belajar pada Mahmud Nasyabah.

- Ridha pandai menilai hadis-hadis yang dha'if dan maudhu' (palsu), sehingga digelari "voltaire", filosof Prancis.

- Ridha pengagum Muhammad Abduh, dan menjadi muridnya. Mulai intensnya ketika Abduh mengajar di Beirut, Tripoli, dan terakhir, di Mesir.

- Ridha dan Abduh mengelola koran yang isinya tentang sosial, budaya dan agama. Koran itu bernama Al-Manar.

- Bersama Abduh, Ridha menulis tafsir Al-Manar, yang dimuat secara berkala di koran Al-Manar.

Pemikiran Hadis menurut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha
- MuhammaAbduh dan Rasyid Ridha menekankan ijtihad

- Muslim harus percaya pada al-Qur'an dan Hadis Mutawatir. Sedang Hadis Ahad, kembali pada pribadi masing-masing.

- Menurut Ridha, dosa-dosa kecil sebagian perawi lain yang dapat dipercaya, tidak menghalangi diterimanya semua hadis mereka. Begitu juga sebaliknya, meskipun perawinya dipercaya, tapi matan (hadisnya) bertentangan dengan al-Qur'an harus ditinggalkan.

- Menurut Ridha masalahl adab dan akhlak hanya didasarkan pada hadis-hadis Ahad. Hadis-hadis Ahad harus dipandang sebagai perluasan dan ulasan tentang al-Qur'an. انا نحن نزلنا الذكر : zikr dalam ayat itu diartikan sebagai Sunnah Nabi.

- Menurut Ridha seorang perawi memiliki 'adalah, tidaklah mencukupi untuk menerima segala yang diriwayatkannya. Isnad dan matan harus diteliti juga.

- Ridha menolak hadis Isra'iliyat. Dia mengkritik perawi Ka'ab yang banyak meriwayatkan Hadis Israi'iliyat. Contohnya: (1) "Matahari dan bulan akan ke neraka pada hari kiamat, seperti dua sapi jantan yang sudah dilumpuhkan." (2) "Allah telah mengizinkan untuk mengatakan kepadamu tentang ayam jantan yang kedua kakinya mencapai bumi dan yang lehernya ada di bawah arsy. (lihat Al-Jami'us Shaghir, karangan Al-suyuthi).

- Hadis ganjil tentang pengobatan, misalnya lalat. Rasul bersabda, "Bila lalat jatuh ke dalam kendimu, tenggelamkan sepenuhnya terlebih dahulu, baru kemudian buang, karena satu sayapnya memberi obat, satunya lagi penyakit"(Bukhori). Kata Ridha, hadis tersebut ganjil. Ada dua alasan: (1) Di lihat hadis itu dari sudut pandang pembuat undang-undang, hadis itu menginjak-injak dua prinsip utama; tidak menasihati agar menghindari sesuatu yang buruk, dan tidak menasihati agar menghindari sesuatu yang kotor. (2)Meskipun ilmu pengetahuan modern telah mengalami kemajuan, namun tetap tidak dapat diketahui bedanya antara sayap lalat yang satu dengan sayap yang satunya lagi. Jika perawinya tidak membuat kesalahan dalam menyusun kata-kata hadis itu, hadis itu dapat dipandang diilhami oleh Allah, tetapi sangatlah mungkin ilmu pengetahuan modern tidak akan pernah mengetahui perbedaannya. Dan dalam kasus itu, harus disimpulkan bahwa hadis itu, sekalipun isnad-nya sahih, matn-nya tidak shahih.

- Ridha dan Abduh menggunakan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan bersikap kritis atas Hadis-Hadis yang dianggap shahih oleh umat Islam mayoritas.

- Ridha menolak hadis Bukhori yang menceritakan mengenai tersihirnya Nabi yang tidak hanya dianalisanya dari sisi matan tetapi juga dari sisi sanadnya karena salah seorang perawi hadis ini ditolak oleh ulama al-jarh wa at-ta'dil.

- Ridha menolak Hadis terbelahnya bulan yang disampaikan Abu Hurairah melalui Ibnu Juraij yang disebutnya sudah pikun saat menceritakan hadis itu.

- Rasyid Ridha, sama seperti Abduh, sangat berhati-hati menerima riwayat yang mengemukakan pendapat para sahabat Nabi sebagaimana dikutipnya kata-kata As-Suyuthi dalam Al-Itqon ketika menyatakan bahwa dalam kitab Fadha'il al-Imam asy-Syafi'i karangan Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Syakir al-Qathan, terdapat satu riwayat dari Ibnu Abdil Hakam: "Aku mendengar Syafi'i berkata: Tidak sah (riwayat yang dinisbahkan) kepada Ibnu Abbas menyangkut tafsir kecuali sekitar 100 hadis.

- Karena itu, Ridha sangat hati-hati sekali menerima tafsir Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat-ayat yang turun di Mekkah dengan dasar: Ibnu Abbas bukanlah salah seorang yang menghafal al-Qur'an atau meriwayatkan Hadis pada periode Mekkah, karena beliau lahir 3 tahun sebelum hijrah atau lima tahun sebelumnya sehingga bisa jadi itu timbul dari pendapat pribadinya atau pendapat orang yang dia riwayatkan.

- Hal dan alasan yang sama dikemukakan Ridha menyangkut umur Ibnu Abbas ketika dia menolak riwayat yang ada dalam Shahih Muslim menyangkut keikutsertaan malaikat dalam perang badar dan pendapatnya bahwa Ibnu Abbas tidak segan-segan mengambil riwayat dari orang lain meskipun sekelas Ka'ab al Ahbar.

1 komentar:

yazidul khoir mengatakan...

pak bagus juga makalah bapak sekaligus sebagai contekan tuk buat makalahnya gus adib he he he maksih ya bos dari Yazid