Rasul bersabda, “Sesungguhnya kesialan ada pada tiga hal: Kuda, perempuan, dan rumah.” (HR.
Bukhari).
Membaca dan memahami hadis di atas secara sepintas dan tekstual, menimbulkan pemahaman bahwa Nabi menetapkan tiga hal yaitu kuda, perempuan dan rumah sebagai pembawa sial. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran slam yang menetapkan bahwa Allahlah yang menentukan baik, buruk, beruntung atau sial jalan hidup seseorang.
Perempuan sebagaimana laki-laki sudah merupakan fitrahnya untuk menyukai lawan jenisnya. Fitrah alamiah ini amat sangat dipahami Islam. Karenanya Islam menyeru bagi yang merasa dirinya mampu untuk menyegerakan menikah. Satu hal yang tak boleh dilupakan pula, salah satu jasa besar Islam adalah mengangkat derajat perempuan setara dengan laki-laki. Masalahnya kemudian kenapa perempuan terkesan didiskreditkan lagi jika menelaah hadis ini dengan pemahaman tekstual?
Mengetahui posisi Nabi sebagai pengucap, siapa dan bagaimana karakter lawan bicara Nabi, serta bagaimana pula keadaan dan situasi yang melatarbelakangi munculnya Hadis tersebut juga menjadi hal yang tak boleh diabaikan dalam memahami Hadis. Kajian ini menjadi sangat penting mengingat Hadis adalah bagian dari realitas tradisi keislaman yang dibangun Rasul dan para sahabatnya dalam lingkup situasi sosialnya, sehingga memahami teks Hadis yang ditarik dan dipisahkan dari asumsi-asumsi sosio-historis, akan sangat mungkin terjadi distorsi informasi atau bahkan salah paham.
Sebenarnya Hadis itu sendiri disanggah oleh Aisyah. Ada dua perempuan berkata keada Aisyah bahwa sesungguhnya Abu Hurairah mengatakan perihal sabda Nabi, “Kesialan ada pada perempuan, rumah, dan kuda”. (Mendengar itu) Aisyah menjadi sangat marah seakan dihimpit langit dan bumi, dan ia berkata: “Demi yang telah menurunkan Alfurqon pada Abu alQasim, tidaklah Ia berkata demikian, akan tetapi Nabi bersabda bahwa orang-orang jahiliyah mengatakan: ‘Kesialan ada pada perempuan, binatang, dan rumah’. Beliau pun membacakan firman Allah, ‘Dan apa pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu melainkan sebelumnya telah ditetapkan dalam Kitab (Lauh Mahfudz) sampai akhir hayat’”.
Menurut Ibn Qutaibah, Hadis ini berkenaan dengan orang jahiliyah yang amat sangat percaya akan adanya kesialan karena sesuatu yang mereka lihat dan mereka dengar. Sewaktu mereka tidak menggubris larangan Nabi untuk mempercayai hal yang tidak rasional dan tidak pula dibenarkan Islam, maka ditetapkanlah tiga hal ini sebagai pembawa sial (Ahmad bin Hajar Al-Aswalani: t.th, hlm. 61).
Jika hadis yang disebutkan di atas menyebutkan bahwa yang menyebabkan kesialan adalah perempuan, rumah dan kuda, maka sesungguhnya ada pula riwayat lain yang menyebutkan sebaliknya, yaitu ketiganya itu membawa keberuntungan. Rasul bersabda, “Tidak ada anggapan sial, dan kadang-kadang keberuntungan ada pada perempuan, kuda, dan rumah.” (HR. Ibn Majah)
Hadis lainnya mengatakan, “Di antara yang membawa bahagia bagi manusia adalah istri salihah, rumah yang bagus dan kendaraan yang baik, dan di antara yang membawa kesengsaraan adalah istri yang jahat, rumah yang jelek dan kendaraan yang buruk”. (HR. Ahmad).
Hadis lainnya lagi mengatakan, “Tiga hal di antara yang mendatangkan keberuntungan, istri solehah, kalau engkau lihat menyenangkan dan kalau pergi engkau percaya ia dapat menjaga dirinya dan hartamu, dan kuda penurut yang cepat larinya yang membawamu menyusul teman-temanmu, juga rumah besar yang banyak didatangi tamu. Tiga hal di antara yang mendatangkan kesialan yaitu istri yang kalau engkau lihat menjengkelkanmu, kata-katanya menyakitimu, dan jika pergi engkau merasa tidak percaya ia dapat menjaga dirinya dan hartamu, dan kuda yang lemah. Jika engkau pukul malah menyusahkanmu dan jika dibiarkan tak dapat membawamu menyusul teman-temanmu, serta rumah yang sempit yang sedikit didatangi tamu”. (HR. Hakim)
Dalam kitab Al-Bayan wa al-Ta’rif fi Asbab al–Wurud al-Hadis, diketahui bahwa timbulnya hadis tersebut sebagai reaksi Rasul ketika mendapati sekelompok orang masih membicarakan keyakinan akan adanya kesialan pada sesuatu, maka nabi mengatakan, “Kalaulah ada pada sesuatu maka berkemungkinan ada pada rumaah, perempuan, dan kuda”. (Ibrahim al Husaini: 1982, hal. 94).
Dalam kajian Hadis, menghendaki analisa situasi makro yaitu analisa situasi masyarakat yang umum terjadi saat itu dan situasi mikro, yaitu sebab khusus yang melatarbelakangi timbulnya hadis tersebut. Untuk itun alangkah lebih jelasnya kita perlu meninjau situasi makro masyarakat Arab pada saat kedatangan Nabi. Pemahaman ini tidak terlepas dari keadaan orang Arab sebelum datangnya Rasul. Mereka tidak lagi mampu mewujudkan sikap tauhid yang telah diserukan Rasul sebelumnya. Budaya syirik telah mengakar dalam segala aspek kehidupan mereka. Meskipun maju dalam bidang sastra dan perdagangan, mereka amat merosot dalam bidang akidah. Budaya syirik begitu subur di sana pda waktu itu, mereka begitu percaya pada ramalan-ramalan, percaya bahwa sesuatu bisa mendatangkan kesialan atau keberuntungan serta masih banyak tradisi dan kebiasaann syirik lainnya.
Nah, salah satu yang menjadi korban dari tradisi yang disebutkan terakhir tadi adalah perempuan. Mereka hanya dianggap pembawa sial, sumber masalah dan mendatangkan musibah. Maka kemudian, saat mereka dikaruniai anak perempuan langsung menguburnya. Selain karena anggapan hanya akan mendatangkan sial, sikap pengecut mereka yang takut akan kekurangan ekonomi, juga salah kaprah mengartikan kehormatan, takut jika anaknya sampai ditawan akan menimbulkan kebanggaan bagi orang yang menawannya, menyebabkan mereka tega membunuh darah dagingnya sendiri. Kalau pun dibesarkan, mereka hidup penuh dengan cercaan dan hinaan. Bahkan setelah berumah tangga, jika suami atau anaknya mati dianggap perempuan tersebut sebagai perempuan sial karena dialah yang menyebabkan kematian tersebut.
Dengan begitu kita menjadi mengerti mengapa Hadis itu berbunyi demikian. Pertama, sesungguhnya pernyataan Nabi tersebut hanya mengutip kepercayaan masyarakat arab jahiliyah saja. Kedua, pernyataan Nabi tersebut hanya didengar sepotong oleh Abu Hurairah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar