Selasa, 02 September 2008

Berguru Pada Penulis Handal


“Saya sungguh percaya bahwa cara belajar untuk memulai menulis adalah dengan meniru teknik menulis mereka” (Bertand Russel)

Sewaktu saya masih kuliah saya mempunyai teman yang kerjaannya menulis ulang cerpen-cerpen yang dimuat di berbagai media massa, terutama cerpen-cerpen yang telah mendapatkan penghargaan sebagai cerpen terbaik dalam berbagai versi, seperti versi majalah Horison, Kompas, AnNida, dan yang lainnya.

Hampir setiap minggu dia lakukan. Dulu saya berpikir mengapa dia melakukan itu? Untuk apa? Kenapa tidak membuat cerpen sendiri? Tapi waktu itu pertanyaan-pertanyaan tersebut tak pernah saya lontarkan pada dia, malahan aku melontarkan ejekan, “Kamu ini enggak ada kerjaan, saja. Tulisan kok ditulis ulang lagi”. Setelah waktu berlalu kurang-lebih satu tahun, tiba-tiba saja aku sering mendapatkan cerpen dia dimuat di mana-mana, terutama di koran lokal.

Minggu sekarang di Koran ini, minggu besok di Koran itu, minggu besoknya lagi di tabloid. Dia sekarang sudah mahir menulis cerpen, dan bisa menempatkan cerpennya sesuai koran yang dia tuju. Ia sudah mengerti betul kemana ia kirim cerpennya, ia telah mengerti bahwa setiap Koran atau media massa mempunyai karakter atau ciri khas masing-masing dalam menentukan cerpen yang bisa dimuat.

Pikiranku pun melayang ke masa-masa dulu yang pernah aku lihat ia belajar menulis cerpen. Dan sekarang saya tahu rahasia di balik kesuksesannya itu. Anda ingin tahu? Bahwa dia belajar mencermati gaya cerpen orang lain dengan menulis ulang cerpen orang tersebut. Dari aktivitas menulis ulang tersebut dia akan merasakan gaya si pengarang tersebut, bagaimana cara membuka tulisan, membuat konflik dan klimaks, dan membuat ending yang bagus. Sebetulnya dengan membaca saja pun bisa, tapi itu hanya sebatas melihat saja. Dengan menulis ulang, bukan hanya melihat tapi juga bisa merasakannya, seolah-olah kita sendiri yang melakukan tersebut. Bagus bukan tekniknya?

Dan saya yakin bahwa semua penulis sekarang ini pasti pernah membaca karya-karya para penulis sebelum mereka, atau penulis yang dianggap lebih pintar dari mereka, walau mungkin dengan cara-cara yang berbeda-beda. Bahkan boleh dikatakan itu merupakan sebuah kemutlakan bagi orang yang ingin jadi penulis. Karena bagaimana dia akan menulis kalau tidak pernah membaca karya orang lain. Oleh karena itu belajar dari orang lain adalah mutlak bagi orang yang ingin bisa menulis. Kita bisa belajar dari para penulis Indonesia seperti Danarto, Putu Wijaya, Ahmad Munif, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Teguh Winarso, dan yang lainnya. Kita pelajari satu persatu karya mereka. Karena semua penulis tersebut mempunyai ciri khas masing-masing. Setelah kita meneliti satu-persatu tanyalah pada diri sendiri, kira-kira saya cocok dengan karya siapa? Setelah memilihnya, kini tinggal anda mempelajari dengan amat detail. Ini adalah gaya belajar teman saya ketika belajar cerpen, yang ternyata sangat manjur dan terbukti hasilnya.

Dan ternyata proses belajar menulis seperti itu telah dirumuskan pula oleh beberapa penulis ulung seperti Bertand Russel, Dr. Stephen D. Krashen, Burrough, dan Hernowo, serta para penulis lainnya. Bertand Russel mengatakan, “Saya sungguh percaya bahwa cara belajar untuk memulai menulis adalah dengan meniru teknik menulis mereka”.

Sedangkan Dr. Stephen D. membuktikan, “Hasil riset dengan jelas menunjukkan bahwa kita belajar menulis lewat membaca.” Dalam bukunya Vitamin T Hernowo pun mengakui bahwa salah satu strategi menulis yang dia gunakan dalam rangka mengatasi keminderan yaitu dengan “meniru” gaya para penulis ulung seperti Emha Ainun Nadjib, Quraish Shihab, dan Jalaluddin Rakhmat. Dengan cara demikian dia bisa mengatasi kesulitan menulis dan memunculkan ke-pede-annya. Dia berkata, “Untuk mampu melakukan sesuatu, kita harus meniru. Untuk dapat berbicara, kita harus meniru orangtua kita ketika mereka berbicara. Untuk dapat menendang bola dengan baik, kita harus meniru seseorang yang sudah berpengalaman dalam menendang bola dengan baik.” Begitulah ilustrasi dia dalam soal meniru. Karena dia berkeyakinan bahwa dengan meniru kita akan bisa juga mengembangkan khas kita menulis, karena (lama kelamaan) akan mengalirkan karakter kita sesungguhnya. (Ingin membaca lebih detail silahkan baca bukunya Vitamin T halaman 238-239 penerbit MLC, Bandung).

Satu contoh lagi yang akan saya berikan untuk anda tentang soal ‘meniru’ ini, yang telah terbukti metodenya. Burroughs, yang terkenal dengan karyanya yaitu Tarzan, tidak langsung begitu saja terkenal, atau bahkan langsung bisa menulis tentang Tarzan lalu kemudian Best Seller. Tidak segampang itu. Ia sebetulnya tidak bisa menulis, bahkan bakat pun tidak ada. Waktu sedang membaca cerita-cerita picisan, ia tiba-tiba terinspirasi untuk menulis. Ia mengatakan, “Kalau orang bisa mendapat uang dengan menulis cerita bualan seperti ini, saya juga bisa.” Dan ia telah membuktikannya. Ia lalu menulis cerita yang berjudul Dejah Thoris, Princess of Mars.

Karya pertamanya ini bukanlah asli dari imajinasi sendiri, tapi ia meniru dan menganalisis cerita-cerita yang dibuat John Carter dan Planet Mars. Setahun telah berlalu, ia lalu bertekad menjadi penulis dan yakin bahwa dari menulis ia bisa menghidupi keluarganya. Setelah karya Tarzan-nya muncul mulailah karir kepenulisannya melonjak naik, dan terkenal di mana-mana. Tarzan-nya kemudian dikomikkan, difilmkan, dan diterjemahkan di mana-mana. Dahsyat bukan?

Semua yang saya ceritakan di atas adalah hasil dari proses ‘peniruan’ terlebih dahulu. Dengan kata lain, hasil dari berguru pada penulis yang lain yang dianggap lebih hebat dari mereka, karena kekagumannya. So, begitupun dengan kita kalau ingin bisa menulis, kita harus berguru terlebih dahulu pada mereka lewat karyanya. Kita selidiki karya-karya mereka. Kita lihat gaya-gaya mereka dalam menggunakaan bahasa ketika hendak mengungkapkan sesuatu.
Oke, selamat mencoba!

Tidak ada komentar: