Saat ini alam yang ramah dan penuh rahmat dari Tuhan bukan menjadi keunggulan Indonesia lagi. Di negeri ini saat musim hujan selalu saja mendatangkan bencana di sebagian daerah, dan saat musim panas selalu menebarkan petaka. Adanya hujan menyebabkan banjir dan longsor, dan adanya panas menyulut api dan asap sehingga menyebabkan kebakaran hutan. Semuanya menjadi tragedi.
Dan beberapa hari yang lalu juga bencana di negeri ini telah ditambah lagi yaitu gempa bumi yang disusul tsunami dan letusan gunung yang tidak mengenal musim hujan maupun musim panas.
Belum ada satu pun negara di dunia ini yang memiliki keungggulan teknologi luar biasa yang mampu meniadakan bencana, seperti gempa dan letusan gunung merapi. Akan tetapi yang membedakan negara lain dengan Negara Indonesia adalah terletak pada kesungguhan menyelesaikan peroalan. Negara lain melihat bencana sebagai hal luar biasa, maka dengan cepat mereka mengatasinya serta mencari cara untuk mengantisipasinya.
Bagaimana dengan Negara kita? Negara ini menghadapi bencana dengan biasa-biasa saja. Status bencana pun diberi label, yaitu status lokal dan nasional. Jadi, jika bencana tersebut statusnya masih local maka bantuan pun tidak ada. Maka tidak heran kalau bencana di negeri ini selalu saja berulang-ulang dalam wujud yang itu-itu saja. Kita lihat di sebagian pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera, banjir berulang di daerah yang itu-itu juga, dengan penyebab yang itu-itu lagi.
Begitu pun dengan kebakaran hutan, selalu saja terjadi di daerah yang sama dengan penyebab yang persis sama juga. Dan ketika bencana gempa bumi di Aceh, Jogja dan pantai selatan jawa yang disertai dengan tsunami, sangat terlihat ketidakmampuan negara ini, seperti halnya saat datang bencana banjir dan kebakaran hutan, yaitu tidak memiliki kesiagaan manusia dan peralatan.
Hutan Sebagai Komoditi
Pekan kemarin hampir 31 persen rusak hutan tanaman ditemukan di sekitar puluhan titik api di Kalimantan. Dan hal ini sebenarnya hanya pengulangan dari tahun yang lalu. Mengapa bisa terulang kejadian itu? Bahkan telah berlangsung bertahun-tahun. Sungguh, hal ini terjadi karena adanya pengelolaan yang salah dan penanganan yang tidak sungguh-sungguh. Alam kita ini masih memberikan rahmat kepada kita, tanpa kita berbuat apa-apa alam selalu menguguhkan karya-karyanya, yaitu berupa buah-buahan, rempah-rempahan, dan lain sebagainya. Namun sekarang tidak lagi. Alam menjadi ganas, ia tidak lagi memberikan karya-karyanya, yang ada malah sebaliknya. Musim panas tanah menjadi kering dan air tidak ada, sehingga padi-padi tidak bisa hidup. Pepohonan telah dibalak secara liar, sehingga banjir bandang dan longsor pun tiba. Kini alam tidak lagi menjadi rahmat melainkan bencana.
Setidaknya ada dua sebab terulangnya terus kebakaran hutan. Pertama, rakyat sendiri. Kedua, para pengusaha hutan. Para petani terkadang menjadi penyebab dari adanya kebakaran hutan. Karena rata-rata mereka ketika alang-alang itu kering mereka mengambil jalan pintas, yaitu dibakar untuk membuka ladang pada saat musim hujan.
Pengusaha hutan pun hampir sama, demi untuk menghemat biaya mereka membakar lahan tersebut agar cepat habis alang-alangnya. Namun, celakanya lagi ia membakar tanpa dikontrol. Api tersebut menjalar sampai kemana-mana.
Adapun penyebab terjadinya banjir di hutan-hutan sebenarnya telah jelas, yaitu penebangan hutan dan pembalakan liar. Anehnya, penyebabnya sudah diketahui namun tidak ditangani secara betul. Hal itu terjadi lantaran pola pikir yang belum diubah, bahwa dalam pikiran kita ini bencana itu adalah sesuatu yang jauh, entah kapan terjadi, dan yang di depan mata kita ini hutan masih bagus, dan dunia masih aman. Maka kita tetap membiarkan saja penebangan liar tersebut. Inilah yang salah dalam bayangan kita.
Pengelolaan dan pola pikir yang keliru tentang hutan sebagai komoditi telah mendarah daging karena telah berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya. Ini sudah menjadi jaringan yang kuat yang sulit sekali dibongkar ketika terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Harus ada perubahan berpikir dalam pengelolaan dan kebijakan yang berani untuk mengatasi hutan, umumnya lingkungan. Dan perubahan ini harus dipelihara dengan kesungguhan yang betul-betul. Namun apakah perubahan pola pikir hanya bisa dicetuskan oleh pemerintah, padahal saat ini saja pemerintah telah terbukti tidak berdaya mengatasi kebakaran hutan? Pemerintah begitu lamban mengatasi bencana. Walau begitu, paling tidak inisiatif itu harus datang dari pemerintah. Karena sekarang di lingkungan pemerintahan yang membicarakan hutan masih asing alias tidak popular.
Inisiatif ini harus dimulai dari pemerintah yang berada di bawah depertemen kehutanan, menteri perhutanan, pemerintah daerah, dan baru kemudian kepada semua intansi terkait. Jadi, paling tidak di bawah departemen kehutanan, misalnya, membuat tim independen sampai ke tingkat desa yang tugasnya adalah memantau semua kegiatan yang terkait dengan kehutanan. Dengan cara ini diharapkan bisa terpantau.
Satu hal lagi yang tidak boleh dilewatkan yaitu penegakan hukum. Hukum yang ada sekarang harus benar-benar dilaksanakan, yaitu maksimal 10 tahun penjara dan denda sekitar 10 miliar rupiah bagi orang yang terbukti melanggar peraturan atau melakukan perusakan hutan. Memang, peraturan telah ada, akan tetapi sulit sekali mencari bukti bahwa orang harus masuk penjara karena mencuri kayu, membakar lahan, membakar hutan. Jadi, kontrol mulai dari pusat sampai daerah harus digalakkan dengan sungguh-sungguh. Bukan hanya tanggung jawab menteri kehutanan saja, tetapi tanggung jawab kita semua.
2 komentar:
hebat. apa kubilang, kamu itu memang cerdas. teruskan. membaca pikiranmu cukup mengasyikkan.
Buat Fahmi, anda terlalu berlebihan. secerdas apa pun aku kastamu lebih tinggi dari aku kan? Trims.
Posting Komentar