Selasa, 02 September 2008

Penangkap Tokek


“Kali ini kita tidak dapat lagi, Di. Bagaimana nih?” Ujar Dede kepada temannya, Adi, saat di perjalanan pulang dari hutan.
“Mau bagaimana lagi. Kita sudah berusaha. Sabar saja, masih ada hari esok.” Sahut Adi.
Sudah tiga hari ini mereka belum juga mendapatkannya. Tak satu pun didapatkannya. Tak seperti biasanya. Mereka adalah para penangkap tokek. Ya, betul, penangkap tokek.

Boleh dibilang menangkap tokek sebagai profesi mereka. Bayangkan saja, mereka berangkat dari pagi hari dan pulang tengah malam. Hal ini sudah dijalaninya 5 bulan yang lalu. Tepatnya setelah mereka bersama puluhan lainnya di PHK dari perusahaan tempat mereka bekerja. Namun, bulan ini mereka sangat sulit mendapatkan tokek, padahal mereka sudah sangat jauh mencarinya, sampai ke hutan.

Sebenarnya menangkap tokek bukanlah kehendak mereka. Mereka ingin bekerja lainnya sebagaimana umumnya manusia. Namun pekerjaan-pekerjaan yang pantas itu malah tidak mereka dapatkan juga. Mereka hanya lulusan SMP, tentu saja lamaran-lamaran mereka ke berbagai perusahaan akan ditolak. Akhirnya pada suatu hari saat mereka nonton bola di rumah Dede, mereka kedatangan orang cina yang menawarkan pekerjaan untuk menangkap tokek. Tokek bagi orang cina itu dianggap mempunyai khasiat yang sangat ampuh, apalagi tokek berwarna putih. Katanya tokek itu bisa menyembuhkan penyakit kencing manis dan darah tinggi.

Satu ekor tokek akan dihargai sepuluh ribu, katanya. Itu tokek biasa. Sedang tokek putih akan dihargai dua kali lipat dari harga tokek biasa. Dede dan Adi sebetulnya gengsi untuk menerima tawaran mencari tokek. Apa kata orang-orang nanti. Mungkin mereka akan dicap orang aneh. Tapi apa boleh buat. Mereka belum punya pekerjaan. Dan mereka butuh duit untuk menghidupi keluarga mereka masing-masing, dan tentu saja juga untuk membayar hutang ke tetangga yang kian menumpuk itu. Jadi, biarlah apa kata orang, yang penting mereka mendapatkan uang dengan cara yang halal.

Satu tokek sepuluh ribu. Itu tokek biasa. Belum nanti kalau tokek putih. Wow, lumayan nih, pikir mereka. Mereka sudah membayangkan peruntungannnya. Bukan tanpa sebab mereka berpikir begitu, karena di kampung, baik di rumah-rumah maupun di kebun-kebun tokek amat sering ditemui. Dan yang membuat mereka senyum lagi adalah mereka berdua tidak mempunyai saingan. Jadi, mereka sangat leluasa untuk mendapatkan tokek tanpa harus bersaing dengan orang lain. “Bisa dapat untung besar nih,” ujar Dede. Mereka pun menerima tawaran itu.

Baru satu minggu saja mereka sudah bisa membayar hutang mereka. Itu semua berkat tokek. Tentu saja tokek yang mereka tangkap lalu dijual pada orang cina tersebut. Sehari mereka bisa mendapatkan antara 50 sampai 100 ekor tokek. Tokek-tokek yang mereka tangkap itu baru yang ada di desa mereka baik di rumah-rumah warga maupun di kebun-kebun. Belum yang ada di tetangga-tetangga desa, baik rumah-rumah maupun kebun-kebun milik warga.
Ketika satu bulan berlalu, mereka mulai kesulitan mencari tokek di desanya sendiri. Mereka pun mulai mencari ke tetangga desa. Untungnya saja mereka tak dipersulit oleh para warga. Sehingga mereka tetap lancar mencari tokek-tokek tersebut. Selang satu bulan menjadi penangkap tokek, kehidupan mereka sangat mencukupi. Bahkan Dede berani membeli motor dengan cara kredit. Sedang Adi membeli beberapa peralatan elektronik seperti kulkas, magic jar, oven bolu, dan lain-lain. Semua itu dibayar dengan cara kredit juga. Mereka berani melakukan itu karena mereka pikir bahwa profesi ini masih sangat menjanjikan dan memberi keuntungan besar.

Di bulan ketiga mereka harus melebarkan pencariannya lagi. Soalnya di tetangga-tetangga desa sudah habis tokeknya. Mereka harus agak jauh mencarinya. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencari ke hutan-hutan yang masih lebat. Namun sudah hampir lima jam mencari, mereka tidak menemukan satu pun juga. Yang mereka lihat hanyalah binatang-binatang lain.
Hari sudah gelap. Suara-suara burung bersahutan. Mereka berdua memutuskan untuk pulang. Hari ini mereka cuma dapat tiga ekor.
“Nampaknya tokek semakin sulit kita dapatkan, Di” ujar Dede dalam perjalanan pulang.
“Iya. Besok kita harus lebih pagi dan jauh lagi.” Sahut Adi.
Mereka datang ke rumah masing-masing tengah malam.
* *
“Di, coba kamu lihat di ujung dahan sana, ada banyak tokek sedang mengerumuni nyamuk.” Ujar Dede.

“Iya, aku melihatnya. Wah, hari ini kita akan panen, setelah sekian lama kita gagal terus. Kita akan mendapatkan banyak duit. Ayo kita tangkap!” sahut Adi begitu bersemangat. Mereka begitu cekatan menangkap tokek-tokek itu. Hewan-hewan itu sedang lengah karena sibuk konsentrasi hendak menangkap buruannya.

Hari itu mereka berhasil menangkap 20 ekor tokek. Bagi mereka 20 ekor saja sudah sangat bagus untuk saat ini. Biasanya mereka cuma dapat tiga sampai lima ekor saja. Mereka sangat bersyukur. Mereka memutuskan untuk pulang.

Seperti biasa, mereka sampai di rumah sudah tengah malam. Namun sebelum pulang Dede mengantar Adi ke rumahnya terlebih dahulu. Ketika Dede pulang, istrinya sudah tidur nyenyak. Ia tak tega untuk membangunkannya, memberi kabar gembira ini. “Nanti di pagi hari saja aku akan memberi tahu”, ujar Dede dalam hati.

Badan Dede terasa lelah, dan matanya sangat mengantuk. Ia ingin segera membaringkan tubuhnya dan lalu memejamkan matanya. Tapi baru saja hendak pergi ke kamar tidur, ia mendengar suara pintu diketuk. Siapa tengah malam begini hendak bertamu, pikir Dede dalam hati. Ia lalu membuka pintu. Oh, ternyata bapak-bapak yang berpenampilan aneh.

“Ada apa pak? Bapak mencari siapa?” tanya Dede dengan setengah heran dan agak segan, karena matanya benar-benar mengantuk. Bagaimana dia tidak heran, laki-laki itu berpakaian tidak lazim dan memakai ikat kepala seperti orang tempo dulu zaman kerajaan, sebagaimana yang sering dilihatnya di film Wiro Sableng dan Jaka Sembung.

“Maaf Mas menganggu istirahat, Mas. Saya mau pinjam linggis. Kalau tidak ada, obeng juga tidak apa-apa. Untuk membuka kotak ini. Saya kesulitan membukanya.”

“Oh, iya, sebentar ya pak. Saya carikan dulu” sahut Dede.

Tak lama Dede kembali lagi dengan membawa obeng.

“Ini, pak, obengnya.”

“Terima kasih”

Pak tua itu kemudian membuka kotaknya. Setelah berhasil dibuka, pak tua itu mengembailkan kembali obeng tersebut disertai barang yang ditutup kantong plastik hitam.

“Terima kasih ya mas. Ini ada sesuatu untuk mas. Tapi tolong dijaga dengan baik! Aku ulangi sekali lagi, tolong dijaga dengan baik! Ini bekal hidup untuk mas dan sekeluarga. Oleh karena itu, mas tidak perlu mencari tokek lagi. Silakan cari pekerjaan lain. Sekali lagi terima kasih, saya pamit dulu.”

Belum sempat Dede hendak mengucapkan terima kasih dan menanyakan sesuatu, tiba-tiba orang tua itu langsung pergi dengan cepat dan menghilang di tengah-tengah kegelapan. Orang yang aneh, pikir Dede. “Bagaimana dia tahu pekerjaanku?” ujar Dede dalam hati.

Apa isi bungkusan tersebut? Dede belum mengetahuinya karena belum membukanya. Saat dibuka bungkusan tersebut, Dede hanya bisa melongo, melototi isi bungkusan itu. Perasaannya berkecamuk, campur aduk. Antara senang dan takut. Kaget, tak percaya kalau isinya ternyata adalah uang. Uang itu sepuluh ribuan, masih baru. Lalu ia menghitungnya, dan ternyata jumlahnya lima ratus ribu rupiah. Pak tua itu memberikan uang yang berjumlah besar itu secara cuma-cuma. Namun, Dede merasa was-was. Dalam hatinya bertanya-tanya, siapa laki-laki itu? Apa maksudnya memberikan uang itu. Ia mencoba mengingat-ingat lagi perkataan pak tua tadi. Ia disuruh berhenti mencari tokek. Dan sebagai gantinya ia diberi bungkusan itu untuk pengganti mencari tokek dan ucapan terima kasih.

Uang misterius itu Dede simpan di tempat yang tidak akan diketahui istrinya. Untuk sementara ia akan merahasiakan dulu kejadian tersebut serta bungkusannya. Ia pun pergi tidur.
* * *

“Mas, semalam aku bermimpi lagi dengan mimpi yang sama seperti kemarin-kemarin malam.
Ada apa ya mas?” tanya sang istri pada suaminya, Dede.

“Entahlah, aku tidak tahu, dik. Kebetulan saja mungkin. Kita berdoa saja semoga mimpimu itu hanya bunga tidur, tidak ada arti apa-apa.” jawab Dede.

“Tapi aku takut mas.” Ujar istrinya.

Dede terus meyakinkan istrinya bahwa itu hanya mimpi biasa tak mengartikan apa-apa. Namun, Dede sebetulnya menyimpan rasa takut juga. Jangan-jangan mimpi itu berkaitan dengan apa yang dialaminya selama ini. Dede khawatir mimpi itu ada hubungannya dengan bungkusan itu. Mimpi istrinya selalu sama di tiga malam berturut-turut. Di dalam mimpi tersebut, terlihat rumah mereka begitu bagus dan perabotannya sangat lengkap. Namun di depan rumahnya terdapat jurang yang sangat dalam. Setiap kali mereka keluar rumah, mereka akan terperosok ke dalam jurang tersebut. Setelah itu istrinya bangun. Mimpi yang seperti itu sudah terulang tiga malam berturut-turut. Wajar kalau istrinya ketakutan dan menyimpan keheranan.

Setiap kali istrinya ke pasar, Dede selalu menengok bungkusan dari pak tua itu, dan lalu membukanya. Uang itu terlihat selalu utuh. Dede tak berani menggunakan dulu uang itu untuk keperluan sehari-harinya, walaupun sebetulnya sangat butuh untuk mencicil tagihan kredit motornya.

Di hari-hari berikutnya istrinya semakin ketakutan saja, karena mimpi itu selalu terulang. Saking ketakutannya, istrinya tak berani tidur cepat-cepat. Ia selalu tidur larut malam dan bangun sebelum subuh. Kebiasaan baru itu membuat dirinya sakit flu dan panas, karena kurang tidur. Dede akhirnya memutuskan untuk menceritakan apa yang pernah dialaminya. Karena ia yakin mimpi istrinya masih terkait dengan apa yang dialaminya waktu itu.

“Bungkusan yang berisi uang ratusan ribu? Yang benar, Mas?” tanya istrinya sedikit tak percaya.

“Iya, malahan aku sudah menghitungnya. Jumlahnya ada lima ratus ribu rupiah.”

“Hah. Terus mas taruh dimana bungkusan itu?”

“Aku simpan di tempat yang aman, bahkan pencuri pun tak akan bisa mencium keberadaannya. Sebentar, aku ambil dulu biar kamu percaya.” jawab Dede sambil melangkah menuju tempat persembunyian uang tersebut.

Dede mengambil bungkusan itu, lalu membukanya. Tiba-tiba wajahnya tegang dan matanya melongo persis saat ia dulu pertama kali membuka bungkusan itu. Namun bedanya, kalau dulu wajahnya tegang dan matanya melongo karena melihat ada uang di dalam bungkusan itu, namun sekarang karena tidak melihatnya, alias sudah tidak ada uangnya.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Seru nih ceritanya, gimana kelanjutannya mas ? penasaran nih...

Anonim mengatakan...

tu jcerita beneran g bro..seru tu klo mang bnr..lnjtin ceritany ding bro..aku tunggu!

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Silakan, terserah pembaca mau dilanjutkan seperti apa kisahnya, hehe..makasih

Anonim mengatakan...

Lanjut mas...
SaLam