Rabu, 10 Juni 2015

Dosen PTAI Harus Mampu Menulis Populer


Tidak banyak dosen Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) yang mampu menulis dengan ngepop alias populer. Kebanyakan mereka menulis dengan kaku dan formal. Mungkin sudah terbiasa menulis untuk jurnal, laporan penelitian, dan laporan akhir waktu kuliah seperti skripsi, tesis, dan disertasi. Oleh karena itu saya acungkan jempol apabila ada dosen yang bisa menulis buku-buku keislaman untuk masyarakat umum, karena hampir dipastikan mereka menggunakan penulisan populer.

Kemampuan menulis secara populer sangatlah penting bagi kalangan dosen PTAI. Karena, pengetahuan keislaman yang mereka punyai tentu sangatlah dalam dan komprehensif. Ilmu pengetahuan mereka sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat butuh pengetahuan keislaman yang dalam, multi-perspektif, dan bijak. Tiga hal itu saya pikir dosen PTAI sangat mumpuni. Sebagai alumnus dari PTAI, saya merasakan betul betapa mumpuninya mereka dalam kajian-kajian keislaman.

Masyarakat saat ini butuh bacaan keislaman yang mencerahkan, toleran, santun, dan kaya perspektif. Dosen PTAI yang notabene-nya akrab dengan kajian keislaman tentu harus menjadi ambil bagian dalam hal ini. Jika tidak, buku-buku keislaman tidak ada kemajuan signifikan dari segi mutu dan kualitas. Buku-buku keislaman hanya jalan di tempat, penerbit hanya akan menerbitkan buku keislaman yang ganti judul dan kover saja, dan kontennya mutakarrirah alias mengulang-ulang, tanpa ada gagasan baru.

Coba kalau para dosen PTAI yang menulis, mereka akan menyuguhkan tema-tema keislaman yang dalam, penuh gagasan, dan kaya perspektif. Tentu harus dibarengi dengan keprigelannya dalam mengolah gagasan dan menyajikannya secara populer. Saya yakin buku-buku keislaman akan bergeliat dan memengaruhi para pembaca;  tercerahkan, memahami persoalan, dan mewajarkan perbedaan. Mereka bisa menulis soal fiqih, sejarah Islam, sirah nabawiyah, tasawuf, dll.
Faktanya memang tidak banyak dosen-dosen PTAI yang mau dan mampu menulis keislaman secara populer. Mereka sudah nyaman dengan menulis di jurnal dan laporan penelitian yang dapat dipresentasikan di depan akademisi yang diselenggarakan oleh lembaga sponsornya. Tentu tidak salah, dan ini juga bukan soa benar atau salah. Mungkin soal selera saja. Soal pilihan. Saya cuma menyayangkan saja, kenapa mereka hanya  menulis untuk jurnal dan laporan penelitian saja, tidak menulis buku? Atau walaupun menulis buku mereka menulis dengan bahasa yang mengawang-awang tidak populer? Biasanya sih itu pun buku proyek, atau hasil tesis atau disertasinya.

Bukan apa-apa, kajian keislaman yang tidak ditulis secara populer itu tidak akan sampai kepada pembaca non-akademis, katakanlah pembaca umum. Mereka akan kesulitan membacanya: kalau tidak pusing ya ngantuk. Mereka tidak akan tergerak mengkhatamkannya. Untuk itu mereka harus menuliskannya secara populer. Sungguh, masyarakat membutuhkan bacaan keislaman yang mumpuni. Selama ini buku-buku keislaman populer ditulis oleh para penulis yang tidak otoritatif. Mereka hanya mengambil rujukan-rujukan sekunder yang jelas tidak memadai dalam mengkaji sebuah pembahasan. Tapi mereka menang dalam penulisannya. Ya, mereka menulis dengan gaya populer. Tak aneh kemudian mereka mendapat tempat di hati pembaca. Dan kajian keislaman yang mereka tulis akan memengaruhi pola pikir dan perilaku pembaca juga.

Jadi, tak ada jalan lain (dan tak ada waktu lagi), kini para dosen PTAI harus menulis kajian keislaman dengan gaya populer. Apabila ada dosen yang kesulitan bagaimana cara menulis buku keislaman secara populer, baiknya membaca buku saya ini, hehe... Jika dirasa masih kurang, mereka bisa mengundang saya, itu lebih baik, hehe...


Terima kasih. Wallahu a'lam bisshawab.

1 komentar:

Situs Slot mengatakan...

Liga588 Situs Slot | Slot Online | Dewa Slot Online
Dewa Slot Online
Situs Slot
Slot Online
Daftar Disini
Liga588
Link Alternatif Liga588

Prediksi Liga588 | Berita Sepakbola | Hasil Pertandingan | Prediksi Pertandingan
Prediksi Pertandingan
Hasil Pertandingan
Berita Sepakbola