Selasa, 08 Desember 2009

Rindu Kanjeng Nabi

Wajahmu atau cahaya pagi yang terbit?
Atau bulan purnama penuh, yang menyingkirkan kegelapan?
Atau mentari di siang hari tak berawan?

Petikan syair di atas adalah pujian ulama Arab bernama Nabhani pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW). Muhammad Rasulullah adalah manusia yang paling utama yang pernah diciptakan Tuhan. Pada diri Rasulullah ada teladan yang paripurna.

Muhammad sendiri sebenarnya tidak pernah menyatakan dirinya memiliki sifat-sifat supra-manusiawi. Yang membedakan dengan manusia lainnya adalah bahwa dia “seorang hamba yang kepadanya wahyu diturunkan” (surah 41:5). Tetapi, meski begitu keistimewaan yang ada pada dirinya sungguh luar biasa. Beberapa ayat menunjukkan hal itu, seperti, Muhammad diutus “Untuk menjadi rahmat bagi alam semesta,” rahmatan lil ‘alamin (surah 21:107); Allah beserta para malaikat-Nya memberi shalawat kepadanya (surah 33: 56); beliau “benar-benar mempunyai budi pekerti pilihan” (surah 68:4); dan “teladan yang baik” (surah 33:21).

Dengan adanya keistimewaan yang melekat pada dirinya tersebut, Muhammad disebut sebagai “orang pilihan” (Al-Mushthafa). Perilaku beliau menjadi contoh bagi kaum muslim.

Ketampanan lahiriahnya tidak lain adalah cermin keindahan dan kemuliaan batinnya, sebab Tuhan telah menciptakannya sempurna dalam akhlak dan moral, khalqan wa khulqan. Ketika Siti Aisyah, istri tercinta Nabi, ditanya tentang akhlak Nabi, dia berkata: “Akhlaknya adalah Alquran.”

Ya, dalam catatan kehidupan Muhammad, akhlak yang terutama ditekankan dalam dirinya adalah kerendahan hati dan kebaikannya. Tuhan menempatkan di depan mata kita sifatnya yang mulia, sempurna dan luhur dalam segala hal. Tuhan memberikan kepadanya kebajikan-kebajikan yang sempurna, sifat-sifat yang patut dipuji, kebiasaan-kebiasaan yang mulia.

Berbahagialah bagi mereka yang sezaman dengan Nabi Muhammad, yang dapat menyaksikan cahaya jiwanya yang diekspresikan dalam kesehariannya. Apa yang harus kita lakukan, ketika waktu memisahkan kita dengan Rasulullah, padahal kerinduan padanya menggelora dalam diri kita? Untunglah ada para penulis.

Begitu banyak buku-buku yang berisikan keteladanan Nabi Muhammad dari pelbagai sisi dan genre. Baik itu ditulis oleh orang Barat, Arab, dan, Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad memang patut ditulis dan diabadikan dengan tinta emas. Dan itu adalah ekspresi para penulis atas kecintaan pada Nabi Muhammad, entah disadari atau tidak.

Setiap penulis, sejauh yang saya ketahui, melihat pada diri Nabi Muhammad tercinta pengejawantahan ideal kualitas-kualitas yang dia sendiri menganggap sangat tinggi dan sangat dibutuhkan di dunia ini.

Nah, ini pula yang dilakukan Tasaro selaku penulis yang meyakinkan dirinya untuk menulis tentang Muhammad sebagai tanda cintanya dalam bentuk novel. Tasaro hendak berusaha untuk menghadirkan Muhammad Rasulullah dalam keseharian hidup kita.

Penulisan tentang Muhammad dalam bentuk novel boleh jadi lebih menyentuh ke dalam sanubari kita, karena kita akan merasakan betul kedekatan sosok beliau, dan seolah-olah beliau ada dalam kehidupan kita saat kita membacanya. Jadi, akan memberikan efek yang sungguh luar biasa.

Tasaro, lewat karyanya, berupaya menumpahkan segala kerinduan seorang manusia kepada junjungannya yang suci. Bukunya yang sebentar lagi terbit patut disambut gembira oleh kita semua. Saya berkeyakinan ketika novel itu dibaca, sungguh tak ada rasa selain gairah cinta kita pada kanjeng Nabi Muhammad berlipat-lipat. Kerinduan pun akan terobati. Insya Allah.

Shalawat serta salam kami haturkan padamu, wahai junjungan kami, Rasulullah Muhammad SAW. []

M. Iqbal Dawami, pemilik blog http://resensor.blogspot.com

Tidak ada komentar: