Jumat, 11 Desember 2009

Peduli Iklim Global

Konferensi Perubahan Iklim PBB adalah pertemuan terbesar dan terpenting untuk isu perubahan iklim. Konferensi ini dibuka pada Senin kemarin (7/12) di Kopenhagen, Denmark. Peserta konferensi terdiri 192 negara. Tentu, ini akan menjadi kesempatan terbaik dalam upaya menjawab tantangan dampak katastrofik perubahan iklim. Oleh karena itu, konferensi ini harus digunakan sebaik mungkin di mana kemudian diikuti dengan langkah-langkah konkrit.

Beberapa agenda yang hendak dibahas adalah target penurunan emisi rata-rata 40 persen oleh negara maju sesuai Bali Action Plan, mendorong disepakatinya implementasi mekanisme Reducing Emission from Deforestation and Degradation, serta memasukkan isu kelautan menjadi isu sentral dalam perubahan iklim sebagaimana tertuang dalam Manado Ocean Declaration.

Dalam konferensi ini juga akan dibicarakan bagaimana upaya mengurangi pemanasan global dan mengatasi dampaknya. Kerusakan hutan, perdagangan karbon, dan penerapan protokol Kyoto tetang pengurangan emisi karbon yang dilepaskan ke udara oleh pabrik-pabrik industri, kendaraan bermotor, kebakaran hutan, asap rokok dan banyak lagi sumber-sumber emisi karbon lainnya, menjadi isu-isu penting yang akan dibahas.

Bumi Sudah Rusak
Para pemerhati lingkungan sepakat bahwa pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim saat ini menjadi fenomena alam menakutkan. Jika pemanasan bumi ini tidak dikurangi, tidak mustahil kerusakan dan kehancuran bumi akan segera menjadi kenyataan.

Kelestarian bumi dewasa ini menghadapi ancaman serius. Pulau-pulau kecil terancam tenggelam, produksi pertanian terganggu, banjir dan kekeringan semakin merajalela, suhu bumi terus meningkat, resiko kebakaran hutan, berkembangnya penyakit tropis, dan lain sebagainya. Semua itu terjadi karena efek perubahan iklim atau dikenal juga dengan pemanasan global.

Pemanasan global (global warming) terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer sehingga radiasi matahari terperangkap berulangkali dalam jangka waktu relatif lama, dan akhirnya menyebabkan suhu permukaan bumi secara global meningkat. Pemanasan global kemudian menyebabkan terjadinya perubahan pada unsur-unsur iklim seperti naiknya suhu air laut, meningkatnya penguapan udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara.

Perubahan unsur iklim tersebut akhirnya mengubah pola iklim dunia dan kemudian disebut dengan Perubahan Iklim (Climate Change). BMKG (2009) melaporkan bahwa GRK di Indonesia sendiri antara tahun 2004 - 2007 konsentrasinya cenderung mengalami peningkatan yang serius. Menurut analisa BMG, kalau kecenderungan kenaikan konsentrasi GRK seperti sekarang ini, maka suhu muka bumi akan naik antara 1,50 - 4,50 °C pada tahun 2030. Bisa dibayangkan betapa semakin dahsyatnya dampak perubahan iklim bagi bumi dan kehidupan manusia.

Setiap agama besar di dunia ini mengajarkan kekhalifahan, yang dapat disebut pemeliharaan ciptaan. Manusia sudah diberi kepercayaan mengelola sumber-sumber daya yang luar biasa: air, udara, tanah, hewan, dan makanan dari banyak tumbuhan. Setiap agama mengajarkan sesuatu yang sudah diketahui banyak orang secara naluriah: Manusia harus melindungi semua sumber daya itu. Namun, berapa banyak jenis ikan yang sudah habis diambil manusia? Berapa banyak jenis hewan yang lenyap selamanya? Berapa banyak habitat yang sudah dirusak manusia dengan membabat hutan atau dengan meracuni tanah dan air?

Selama ribuan tahun manusia mengubah beragam sumber daya di bumi menjadi energi, memetik hasil hutan, menanam tumbuhan pangan, menangkap hasil laut, dan sebagainya, dengan cara berkelanjutan. Sekarang sudah lain ceritanya. Sekarang manusia menguras modal alam (air, udara, bumi) lebih cepat daripada kemampuan alam meregenerasi diri. Manusia mengubah iklim melalui penggunaan bahan bakar fosil secara berlebihan. Manusia melakukan banyak hal positif untuk melindungi bumi tetapi juga melakukan hal-hal yang sangat merusak.

Demi Generasi Mendatang
Ilmuwan terkemuka David Suzuki berkata, “Kita sudah mencemari udara, air, dan tanah, mendesak hewan dan tumbuhan liar menuju kepunahan, mengobrak-abrik hutan purba, meracuni hujan, dan mengoyak langit. Kemakmuran dunia industri dibeli dengan mengorbankan masa depan anak-anak kita.”

Sekaranglah saatnya perlindungan lingkungan dipandang sebagai masalah bagi semua orang. Ini sudah menyangkut umat manusia. Bila ada yang merusak lingkungan, yang lain harus menentang perbuatan itu dan memastikan bahwa orang itu diminta bertanggung jawab atas perbuatannya. Jika manusia yang hari ini masih bernafas bekerja bersama untuk melindungi lingkungan, generasi-generasi mendatang akan punya peluang untuk bertahan hidup dengan air dan udara yang bersih.

Kita yakin sekaranglah saatnya kita mulai balas memberi dan merawat planet ini. Sebagaimana disinggung di atas, bahwa tradisi setiap agama mengajarkan pemeliharaan ciptaan. Tetapi, kebanyakan orang tidak mengetahui tradisi ini atau lalai mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Perbuatan yang lahir dari ketidakpedulian ini berdampak negatif yang besar pada bumi dan sumber-sumber dayanya.

Pernah kita berpikir dunia seperti apa yang kelak kita tinggalkan untuk generasi setelah kita. Udara, air, dan tanah seperti apa yang kita wariskan kepada mereka. Kita bisa saja tulus, dermawan, dan santun dalam memberi, tetapi jika satu-satunya rumah (baca: bumi) yang kita miliki ini dirusak dengan kecepatan tinggi, kita semua harus mengambil tindakan. Konsekuensi yang sangat mengenaskan dari perusakan lingkungan oleh manusia, yang akan lebih nyata dalam dasawarsa-dasawarsa mendatang, akan berdampak lebih besar pada anak-anak kita, bukan pada kita.[]

Tidak ada komentar: