Minggu, 21 Juni 2009

Spirit Ketika Cinta Bertasbih

Novelis Habiburrahman El Shirazy kembali memfilmkan novelnya yang bertajuk Ketika Cinta Bertasbih. Film ini diputar di bioskop pada 11 Juni 2009. Dan selain di Indonesia, film ini juga akan diputar di beberapa negara, yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Hong Kong, Taiwan, Mesir, dan Australia.

Inilah film Indonesia pertama yang Syuting di Mesir. Dalam film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) ini, seluruh latar belakang dalam novel dihidupkan dengan pengambilan gambar dari lokasi sesungguhnya, yakni di Mesir, di antaranya Kairo, Kedutaan Besar Republik Indonesia, Alexandria, Bandara Internasional Kairo, Sungai Nil, Universitas Al Azhar, dan Piramida Giza.

Hal yang membedakan film KCB dengan karya novel Habiburrahman yang telah lebih dahulu diangkat menjadi film, yaitu Ayat-Ayat Cinta (AAC), adalah film ini berusaha melakukan pendekatan yang hampir sama dengan apa yang ada di dalam cerita novelnya.
Ketika Cinta Bertasbih (KCB) berkisah mengenai perjalanan Khairul Azzam (M. Cholidi Asadil Alam), seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Al Azhar Mesir.

Ia menyelesaikan studinya selama 9 tahun karena selain kuliah, ia juga bekerja.
Azzam berasal dari keluarga sederhana namun cerdas, sampai ia memperoleh predikat jayyid jiddan (istimewa), sehingga mendapat beasiswa baik dari Departemen Agama maupun kampusnya. Namun di tahun kedua, ayahnya meninggal dunia. Sepeninggal ayahnya, ibunya sering sakit-sakitan. Padahal ketiga adik perempuannya belum bisa diharapkan membantu ibunya karena baru beranjak dewasa. Yang seharusnya membantu ibu dan adik-adiknya di Indonesia adalah Azzam. Sebab ia adalah sulung di keluarganya. Azzam menyadari itu. Maka sejak saat itulah ia mengalihkan konsentrasinya. Dari belajar ke bekerja. Ia di Kairo, bekerja sambil belajar.

Pekerjaan yang dilakukan Azzam untuk menghidupi dirinya dan keluarganya di Indonesia adalah berbisnis tempe dan bakso. Kenikmatan bakso dan tempenya terkenal di kalangan mahasiswa Indonesia sampai KBRI Mesir. Di KBRI itulah, ia bertemu Eliana Pramesti (Alice Norin) putri Pak Alam (Slamet Rahardjo) Dubes RI di Mesir. Eliana cukup memikat hatinya. Namun karena gaya kehidupan Eliana tidak cocok dengan Azzam, maka disarankan oleh Pak Ali, seorang supir Dubes, untuk melamar Anna Althafunnisa saja (Oki Setiana), mahasiswi Kulliyyatul Banaat di Alexandria. Kisah cinta pun dimulai di sini antara Azzam, Anna dan Furqan (Andi Arsyil). Diselingi pula kisah keluarga dan adiknya bernama Ayatul Husna (Meyda Sefira) di Solo.

Film KCB membawa pesan-pesan religius dalam dialog sederhana yang dimainkan nyaris sempurna. Di antara pesan-pesan lainnya adalah mengenai berbagai hal positif tentang etos kerja, kecintaan tanah air, dan kesucian cinta.

Arti cinta
Kehidupan dan kisah cinta Azzam memberikan pencerahan jiwa, bahkan mengajak penonton untuk lebih mendalami rahasia Ilahi dan memaknai cinta. Sedang kehadiran Anna, menjadi unsur yang mengikat keduanya dalam sebuah misteri cinta yang seolah tak berujung. Jalinan cinta itu dikemas dengan manis dalam sudut pandang yang sangat berbeda dari film-film drama romantis pada umumnya.

Ketulusan dan cinta. Itulah salah satu kekuatan karya Habiburrahman dalam film ini. Dengan ketulusan dan cinta yang apa adanya, disertai dengan keyakinan kuat dalam dirinya, film yang merajut dialog dan peristiwa, menjadi sedemikian indah, menarik, menyentuh hati, dan membawa penonton seolah-olah merasakan itu sebagai sesuatu yang nyata.

Film ini juga menuturkan secara jujur perasaan naluriah manusia kepada lawan jenisnya, kegundahgulanaan, keresahan, rindu, malu, dan perasaan-perasaan lainnya yang biasa dialami orang yang sedang jatuh cinta. Namun kemudian diolah secara apik dengan memberi solusi penyejuk jiwa tanpa memaksakan orang untuk membunuh rasa cinta tanpa toleransi. Perasaan cinta tersebut dibingkai dalam syari’at agama (Islam).
Memang, Habiburrahman—dalam karya-karyanya—selalu menciptakan tokoh rekaan yang “selalu menjaga kesucian”, seperti Fahri (Ayat-Ayat Cinta), Zahid ( Di Atas Sajadah Cinta), Raihana (Pudarnya Pesona Cleopatra), Zahrana (Dalam Mihrab Cinta), dan Azzam (Ketika Cinta Bertasbih).

Entrepreneurship
Jika AAC mengeksplorasi kisah mahasiswa yang haus ilmu, KCB mengeksplorasi sosok mahasiswa berjiwa entrepreneur. Jiwa entrepreneurship memang kuat yang mewujud dalam tokoh utama, Azzam. Film KCB tidak hanya berkutat pada perjuangan "cinta", tetapi juga menggambarkan perjuangan manusia biasa yang gigih menggapai harapan dan cita-cita. Azzam memiliki cita-cita sederhana nan tinggi, yaitu ingin jadi orang terkaya se-Jawa. Dan itu diusahakannya menjadi entrepreneur, yaitu bisnis tempe dan bakso “cinta”-nya.

Melalui tokoh Azzam, film ini berhasil meniupkan ruh entrepreneurship sejati. Ruh entrepreneurship sejati ini diantaranya: kreatif menciptakan dan mengemas ide baru untuk kemakmuran diri dan orang orang yang dicintainya, berani mengambil risiko, menyukai tantangan, memiliki daya tahan hidup yang luar biasa, pantang menyerah, selalu ingin menyuguhkan yang terbaik, serta memiliki visi yang jauh ke depan.
Saat ini dunia sedang dilanda krisis global. Dan masa-masa krisis seperti ini mestinya membuat manusia menemukan kekuatan baru untuk bangkit yang akhirnya berhasil berdiri di tengah keterpurukan, dalam hal ini tumbuhnya jiwa wirausaha. Nah, jiwa entrepreneur Azzam patut ditiru setiap generasi muda kita. Semangatnya untuk hidup mandiri dan tanpa pamrih sangat mengesankan.

Pola pikir khalayak mahasiswa maupun lulusan mahasiswa selalu saja berputar pada bagaimana kelak mendapat pekerjaan yang nyaman, gaji terjamin, dan segala fasilitas yang sudah disediakan dari pemberi kerja. Sebaliknya, sangat jarang yang ingin menjadi wirausahawan, yakni dengan membuka pekerjaan di mana dapat membuka pula kesempatan kerja untuk orang lain. Dengan kata lain, mereka telah kehilangan semangat untuk menjadi wirausaha.

Film KCB mampu menyisipkan pesan-pesan entrepreneurship; seorang Azzam yang berbisnis Tempe dan Bakso. Semoga film ini bisa memberi inspirasi generasi muda Indonesia untuk jalan hidup yang lebih baik.

Adapun untuk syuting di Mesir diharapkan dapat menjadi duta Indonesia dan dapat merekatkan hubungan bilateral kedua Negara — Indonesia dan Mesir.***

3 komentar:

Sinta Nisfuanna mengatakan...

sampe saat ini masih gak berminat buat nonton film KCB. Tapi klo menilai dari isi bukunya, buku KCB emang lebih dan lebih baik dari AAC, tokohnya lebih manusiawi hehehehe...

Lifetheteen mengatakan...

gue hadir di blog sahabat
jujur aja, sampai saat gue belum pernah baca novelnya yang super tebel

M.Iqbal Dawami mengatakan...

@Penikmat Buku: Bukunya memang lebih ciamik ketimbang filmnya. Thanks.
@I'm Dino: Bacalah novelnya, bagus lho hehe