Jam dinding menunjukkan pukul 6 pagi. Dan aku masih berdiri di balik jendela kaca sejak satu jam lalu. Sesekali kuusap jejak hembusan nafasku yang menempel di kaca jendela menghalangi pandanganku menatap halaman rumah.
Oh, di luar hujan masih belum reda dari semalam. Mentari yang mestinya bersinar di pagi ini urung menampakkan diri, lantaran langit masih belum puas mencurahkan “airmata”nya, karena sedih melihat calon para penguasa (baca: legislator) berpesta pora mengobral janji yang mampu meninabobokan rakyat jelata.
Di balik jendela kaca itu kulihat kolam ikan beralihfungsi menjadi penampung air hujan. Air yang tidak tertampung terus mengalir melalui celah-celah kolam. Sedikit namun tidak berhenti. Dan saat hujan bertambah besar, frekuensi air pun berkecipak dengan hebat di atas kolam ikan tersebut. Tak ayal, air yang mengalir pun amat deras dari atas kolam. Aku berpikir dan bertanya, seperti itukah gambaran tragedi Situ Gintung? Sungguh, betapa mengerikan peristiwa itu. Kejadian yang sama sekali tidak diduga oleh penduduk di daerah sekitar Situ Gintung. Hanya sekali cipakan saja, ratusan rumah beserta penghuninya terseret air. Dan sejak tulisan ini ditulis terbilang 91 orang meninggal, ratusan lebih luka-luka, dan puluhan orang masih belum ditemukan.
Melihat tragedi itu, aku harus mengambil hikmah: Aku harus senantiasa waspada dan siap dengan kenyataan hidup yang datang dari arah tak diharapkan. Kematianku dan kehilangan orang yang kita cintai, itulah di antaranya.
Dari Jogja, kukirim doa untuk saudara-saudaraku, semoga yang meninggal diberi maghfirah oleh Allah dan yang ditinggalkan diberi kesabaran. Allahummaghfirlahum war hamhum wa ‘aafihim wa’fu’anhum. Amin.
3 komentar:
Meninggal hari jum'at, tenggelam.. hm.. setahu saya.. itu termasuk syahid. Insyaallah diampuni semua dosanya.. Amin.
Btw, mas Iqbal minat gak mati begitu?
Entahlah, Noura. Jangan2 aku pun sama seperti yang diucapkan william wallace saat mo dihukum mati dalam film Braveheart.
Situ gintung, siapa yang bertanggung jawab? ......,ya....Situ...! fahmi
Posting Komentar