Selasa, 10 Maret 2009

Meniru Kreativitas Tuhan

Tulisan ini disuguhkan pada LK I HMI Kom. Fak. Ekonomi UGM, pada 09 Maret 2009.
--------------------------
“Apabila ingin mengubah dunia, pertama kali yang harus dilakukan adalah mengubah diri sendiri”
“Allah tidak akan mengubah suatu masyarakat, sampai masyarakat sendiri yang mengubahnya”
“Apa yang anda wariskan dalam hidup saat anda sudah mati?”

Disadari atau tidak, peradaban Islam sebenarnya adalah peradaban buku. Hal itu bisa dibuktikan lewat sejarah. Pertama adalah ditandai dengan turunnya ayat al-Qur’an yang pertama kali, berbunyi: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (S.Al-‘Alaq: 1-5).

Pada masa Nabi Muhammad SAW Al-Qur’an mulai ditulis oleh masing-masing sahabat. Setelah Nabi wafat, Umar bin Khattab kemudian menggagas agar Al-Qur’an dijadikan satu mushaf. Dari situ, jadilah Al-Qur’an yang kita lihat saat ini. Ketika Islam menyebar ke luar Mekkah dan Madinah, tuntutan tafsir/interpretasi atas Al-Qur’an menjadi keniscayaan. Hal itu disebabkan masyarakat di luar Makkah dan Madinah mempunyai konteks yang berbeda. Dari situ, mulai bermunculan tafsir-tafsir Al-Qur’an. Seiring dengan itu, ilmu-ilmu keislaman--yang terinspirasi dari pokok-pokok Al-Qur’an--mulai bermunculan, sesuai dengan kapasitas keilmuan ulama dan kebutuhan masyarakat pada waktu itu, seperti kitab-kitab fiqih, tasawuf, sejarah, sastra, politik, ekonomi, filsafat, kedokteran, dan lain-lain.

Dari fenomena di atas, tak aneh kemudian ilmu pengetahuan dalam Islam berkembang pesat, dan puncaknya adalah meraih peradabannya. Hampir semua lini mengalami kemajuan: filsafat, politik, ekonomi, arsitektur, dan lain-lain. Warisan-warisan para ulama terdahulu masih dapat kita saksikan pada saat ini. Salah satu warisannya adalah karya tulis (alias buku/kitab).

Jika anda berkunjung ke perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, anda akan mendapatkan deretan kitab-kitab klasik yang ditulis pada abad-abad silam. Kitab-kitab tersebut lazim dijuluki dengan “kitab kuning” (lantaran kertasnya sudah termakan usia, meski tidak mesti berwarna kuning). Sebut saja misalnya, tafsir at-Thabari, tafsir ar-Razy, tafsir az-Zamakhsari, di mana semua kitab itu masing-masing lebih dari sepuluh jilid. Belum lagi, kitab Muqaddimah karya Ibnu Khaldun, Ihya ‘Ulumuddin karya Imam al-Ghazali, al-Qanun fi ath-Thib karya Ibnu Sina, dan masih banyak lagi.

Pada tulisan ini saya hendak mengatakan bahwa tulisan mempunyai dua manfaat: 1) dapat mengubah seseorang dan masyarakat, dan 2) sifatnya abadi dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.

Pertama, tulisan dapat mengubah seseorang dan masyarakat. Berbagai karya tulis para ulama adalah salah satu bukti konkritnya. Karya-karya tulis mereka secara tidak langsung telah mengantarkan umat Islam pada kejayaannya. Dengan kata lain, karya tulis mereka mampu mengubah dan menggerakkan masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik.

Sisi lain, karya tulis pun mampu mengubah penulisnya sendiri. Beberapa penelitian dan pengalaman orang-orang membuktikan hal itu, bahwa menulis benar-benar memberikan efek sugesti yang baik bagi diri kita, dari berbagai sisi, misalnya kesehatan dan melejitkan potensi, serta merencanakan hidup sukses dan bahagia. (Lebih detailnya silakan baca karangan saya, The True Power of Writing: Menulis itu Menyembuhkan, 2007).

Kedua, tulisan mempunyai sifat yang abadi dan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Bukti konkrit dalam hal ini adalah Al-Qur’an. Bisa kita bayangkan bagaimana jadinya jika Al-Qur’an tidak ditulis, dengan jarak yang yang terbentang begitu jauh baik ruang dan waktu, apakah bisa sampai kepada kita saat ini? Begitu juga dengan karya-karya tulis para ulama terdahulu, jika saja mereka tidak menulis dapatkah mereka mewariskan sesuatu yang abadi kepada generasi mereka berikutnya, yaitu kita? Pun dengan tokoh-tokoh Indonesia, mereka tetap dikenang lantaran terekam dalam buku-buku sejarah, apalagi mereka yang menulis karya tulis (baik fiksi, non-fiksi, maupun memoar/diary).

Dari kedua manfaat menulis di atas, apa yang bisa kita petik hikmah/pelajarannya bagi kita, sebagai umat muslim generasi saat ini dan mendatang?

Nabi bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi”. Dari sabda nabi ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa kita (sebagai ulama; ilmuwan/cendekiawan) harus meneruskan tradisi para nabi, yaitu membawa misi kebaikan kepada dunia ini. Lebih-lebih kita sebagai muslim intelektual dan akademis.

Hal itu bisa dilakukan salah satunya adalah melalui tulis menulis. Dengan tulis menulis kesempatan kita amatlah besar. Melalui tulis menulis, benih-benih kebaikan dapat kita sebarkan kepada orang lain, paling tidak kepada diri kita sendiri. Menulis akan mengabadikan kita sepanjang adanya dunia, meski kita telah lama mati. Menulis pula dapat kita wariskan pada anak cucu kita, lebih-lebih pada dunia. Menulis pula—mudah-mudahan—akan dapat menjadi amal baik kita yang akan terus menerus mengalir pahalanya kepada kita, lantaran dibaca dan bermanfaat bagi orang lain, sehingga hal itu menjadi doa bagi kita.

Selamat menulis (apa saja), asal bermanfaat bagi diri sendiri, lebih-lebih bagi orang lain. Scripta manent verba volant! Yang tertulis akan abadi yang terucap akan hilang.

M.Iqbal Dawami
penulis buku The True Power Of Writing: Menulis itu Menyembuhkan (2007)

18 komentar:

Isma Ae Mohamad mengatakan...

Entri ini membuatkan saya tidak sabar-sabar hendak baca buku,''The True Power Of Writing: Menulis itu Menyembuhkan.''Ha-ha-ha.

Fitria Zulfa mengatakan...

"menulis benar-benar memberikan efek...misalnya ... dan melejitkan potensi..."

Kata imam Hanafi: "Allahlah yang menciptakan potensi, tapi manusialah yang mengeluarkannya..."

Kira-kira begitu..hehe..
Maaf,arabnya saya gak hafal...
Ya deh nanti saya hafalin trus komentar lagi...

Fitria Zulfa mengatakan...

"Scripta manent verba volant! Yang tertulis akan abadi yang terucap akan hilang"

Merekam isi hati dan pikiran tidak cuma lewat tulisan saja... tapi bisa juga lewat audio ataupun video recorder.

Wah... kayaknya asik juga kalau di blog mas iqbal ini ada file audio atau video rekaman mas iqbal he..he..he.. Jadi kita gak usah baca mas...tinggal lihat n dengerin aja...hehehe...

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Untuk Pakcik Isma, suatu hari nanti Pakcik akan membaca buku saya itu, Insya Allah. :D

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Untuk Mbak Fitri, saya tunggu versi arabnya kata2 Imam Hanafi itu.Thanks.

Bagus juga usulnya, tapi suaraku gak semerdu Rhoma Irama... terlalu.. haha..Thanks.

Fitria Zulfa mengatakan...

Wah...saya jadi penasaran nih... suara mas iqbal tu kayak apa merdunya... hehe...
Btw ni arabnya: "Kholqu al-istitho'ah fi'lullah, wa isti'maalu tilka al-istitho'ah al-muhdatsah fi'lu al-'abdi haqiiqatan laa majaazan".

Anonim mengatakan...

weh-weh pren-pren ku banyak yang pada nge-BLOG, terutama yang satu ini serius nge-BLOG-nya je. Sory lagi nongol nih, maklum status belum alumni SQH:))).... semoga nge-BLOG nya jalan terus, and bermanfaat bagi sesama...aminn..

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Halo, apa kabar Syarif? lama nian tak jumpa. senang banget ketemu ente meski via blog. semoga tetap terjalin silaturahmi, ok :D

Anonim mengatakan...

hidup adalah perbuatan,
lho???

Sopandi Al Kautsar mengatakan...

Asslmkum.. mas.. jadi ingetn sebuah kalimat bijak "Ikatlah Ilmu Dengan Tulisan!".. Nulis terus ah.. Nulis apaan yach.. pokoknya nulis.. harus..

M.Iqbal Dawami mengatakan...

wa'alaikum salam. Thanks udah komen di blogku. Kalimat bijak itu adalah kata2 Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah-nya.
Kita memang harus banyak nulis, jangan kalah sama orang2 yahudi.

Azizah Mufidah mengatakan...

Mau nanya sama mas Iqbal,
Apakah menulis itu dipengaruhi oleh karakter seseorang?

Randi Kurniawan mengatakan...

em..., tulisan yang bagus. terima kasih sudah menyempatkan diri mengisi training di LK I HMI Ekonomi UGM. Teman-teman kelihatannya sangat antusias dengan materi yang disampaikan oleh mas Iqbal

Fitria Zulfa mengatakan...

Nambah-nambahin komentar ah... biar tambah banyak hehe..
Hm.. sepertinya blog ini semakin banyak penggemarnya.. hehe..

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Untuk Mbak Azizah, menurutku style menulis seseorang sangat dipengaruhi oleh cerapan dari berbagai hal. Kompleks banget.Bahkan, boleh jadi karena terobsesi pada seseorang.

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Untuk mas Randi, terima kasih atas pujiannya.Tapi, saya harus segera ingat dg kata-kata Rumi, bahwa pujian ibarat manisan.Jangan banyak2 dimakannya, biar gak sakit perut.salam.

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Thanks Mbak Fitri udah meramaikan blogku :D. Btw, aku kemarin lewat kota kelahiran njnengan.jalan yang rusak, debu, dan panas. itu kesan yang kudapat hehe..maaf..

Fitria Zulfa mengatakan...

Orang "ramah" (ini kata bersayap loh... bisa berarti jelek hehe..) tiap ada orang yang komentar "suka" dibalesin. Hm.. coba yang ini juga dibales lagi tidak ya..? hehe..

Tapi yang di RESENSOR kok gak dibales ya??

Jangan-jangan "binun" gak reti arep mbales opo hehe..hihi..huhu...(^-^)