Akhirnya muncul juga kabar itu, setelah sehari semalam aku menunggunya, dengan jantung dag-dig-dug. Tapi apa lacur, kabar itu nampaknya tidak terdengar syahdu di telingaku.
Tak apalah, mungkin ini sudah menjadi suratan takdirku. Tak ada cara lain, selain menerima kenyataan itu dengan sabar dan pasrah. Dan harus diakui dia memang lebih baik dariku.
Ku terima kekalahan ini dengan gentle, karenanya kekalahanku adalah kekalahan terhormat. Lantaran usahaku lumayan maksimal.
Apakah kekalahan harus dihadirkan dengan tangisan dan ratapan?
Apakah ada episode selanjutnya yang ternyata lebih indah ketimbang jika aku meraih impianku yang tak sampai ini?
Renungi sebuah kekalahan dengan keridhaan.
Betul kata orang bijak bahwa kekalahan hanyalah kerikil kecil yang membuat kakiku harus lebih hati-hati lagi.
* * *
Beberapa teman mencoba menghiburku dengan tulus (kuucapkan terima kasih pada mereka semua):
“Sabar ya semoga Allah memberikan yang terbaik buat kang Iqbal, amin…”
“Tetap sabar kawanku! Sudah disiapkan-Nya jalan yang lain untukmu”
“Sabar usiamu masih muda. Masih banyak waktu berjuang.”
“Ya paling tidak pengalaman. Semoga kesempatan lain ya”
Kalau yang ini dari Abahku di kampung:
“Tidak lulus bukan segalanya. Masih banyak bidang-bidang yang lain yang harus digarap dan ini juga bagian dari ujian hidup yang menjadi motivasi dalam menghadapi hidup. Sabar … sabar… dan sabar… tawakal pada Allah dan lebih dekat lagi. Abah selalu mendoakan. Amin..”
* * *
So, siapa berikutnya yang mau menghiburku?
2 komentar:
yang penting berusaha bung....!!! apa artinya jadi PNS kalo dengan cara-cara busuk? toh kiamat sudah dekat.....
Maaf,apa benar sabarnya karena tidak diterima PNS ?
Wah, berniat juga pak jadi PNS ?
Menurut saya seorang Shiva punya potensi lebih dari PNS
Teruslah berkarya, karena sesudahnya banyak hal - hal baik yang akan mengikutinya
Posting Komentar