“Aku percaya
satu-satunya cara berbagi cinta personal kita adalah dengan melalui kerja, dan
kerjaku ya menulis, sama seperti sopir taksi menyopir” (Paulo Coelho)
Sewaktu masih
kuliah aku pernah berkata, “Sepertinya aku sudah tahu panggilan jiwaku. Aku
ingin jadi penulis.” Entah dari mana bisikan itu. Dunia kepenulisan saja masih belum
tahu waktu itu. Mungkin satu hal yang membikin aku yakin kalau itu panggilan
jiwa yaitu merasa nyaman dan asyik pada saat menuliskan sesuatu ke dalam kertas
kosong. Mungkin ditambah kekaguman pada orang yang menulis buku karena tulisannya
mau dibaca banyak orang dan dapat bayaran pula atas buku yang mereka
tulis.
Pelbagai
rintangan dan ujian menempuh mimpi menjadi penulis datang silih berganti.
Sempat pula merasa kalau mimpi ini adalah sebuah kesalahan yang akhirnya
menjadi kutukan. “Makan tuh mimpi!” Ujar setan dalam diriku. Aku sebut kutukan
karena ketika menjajal profesi lain selalu saja gagal. Tidak ada yang
istiqamah. Aku pernah jadi guru, dosen, dan editor in-house, tapi ketiganya
tidak ada yang langgeng aku jalani. Dalam diriku seolah-olah ada yang berkata,
“Ayo keluar, panggilan jiwamu bukan ini!” Oh My God. Aku juga pernah mengikuti
tes CPNS dosen sampai 3 kali. Hasilnya nihil. Yang agak mendekati lolos yaitu
pas aku tes di IAIN Walisongo Semarang. Waktu itu sudah tahap wawancara, yang
hanya menyisakan 2 orang saja, dimana aku salah satunya.
Aku berpikir
apakah itu semua adalah isyarat kalau aku memang ditakdirkan untuk jadi
penulis? Mboh lah. Jika “menulis” itu sebuah makhluk mungkin akan mengatakan
kepadaku, “Kemana pun kamu pergi pada akhirnya akan pulang ke aku juga,
hehe...” Sialan. Tapi ada benarnya ungkapan itu, karena aktivitas menulis tidak
pernah terputus pada waktu itu (tentu saja sampai sekarang). Segala jenis
tulisan dan buku aku buat dan aku kirim ke pelbagai media. Kadang dimuat/diterbitkan,
kadang pula ditolak. Bahkan banyak ditolaknya ketimbang dimuat/diterbitkan.
Kalau cintamu sering ditolak oleh para perempuan, santai saja. Sungguh ujianmu
belum seberapa. Karena tetap kalah banyak olehku saat tulisanku ditolak oleh
redaktur dan editor, hehe...
Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti dalam menjalani laku
penulis. Bahkan mungkin banyak sedihnya. Tahu sendiri lah bagaimana kondisi
penulis pemula di Indonesia. Tapi karena ini memang sudah panggilan jiwaku,
seperti apapun kesedihannya akan aku telan. Ya, satu-satunya pekerjaan yang
tidak terputus dari kuliah sampai sekarang adalah menulis. Dan kini, menulis
membawa keberkahan bagiku. Aku teringat saat Paulo Coelho ditanya seorang
reporter, “Kau merasa penulisan mendesakkan dirinya padamu atau kau
memilihnya?” Dia jawab, “Aku memilihnya dan memimpikannya seumur hidup. Aku
selalu mengejarnya, tersandung-sandung, kerap berbuat salah, tapi aku menang
melalui kekuatan tekadku, dan ini selalu menjadi semboyan hidupku.” Itu pula
yang aku rasakan sepertinya halnya Coelho.
Melalu aktivitas
menulis aku dipertemukan dengan banyak orang, dari yang tadinya tidak kenal
menjadi kenal, bahkan menjadi saudara. Melalui menulis pula aku diperjalankan
dari satu tempat ke tempat lain. Alhamdulillah, puji Tuhan.
Kini, aku membuat
usaha pelatihan dan penerbitan. Melalui lembaga ini aku berharap bisa menjadi
tempat sharing pengetahuan dan pengalaman bagi siapa pun yang ingin mengenal
dunia baca-tulis. Bismillah. []
Kamis, 23 April
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar