Kawan-kawan, pernah mendengar nama Abdul Munir Mulkhan? Beliau adalah guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan juga penulis produktif baik bentuk buku maupun tulisan di Koran-koran. Sudah 60 buku lebih beliau hasilkan, dan ratusan tulisan di media massa. Luar biasa, bukan?
Tema yang ditulisnya biasanya seputar keislaman (tasawuf, pendidikan Islam, dll). Apa sih yang bisa membuat dia produktif? Tentu kita bertanya-tanya soal itu. Di usianya yang sudah uzur ternyata beliau masih semangat menulis dan menghasilkan karya. Suatu ketika dalam sebuah seminar, ada yang bertanya sebagaimana pertanyaan di atas, ‘apa sih yang bisa membuat bapak Munir Mulkhan produktif?’ beliau lantas menjawab: “Saya menjadikan menulis sebagai wirid”. Singkat, padat, dan mendalam.
Kita tahu bahwa wirid adalah melafalkan bacaan-bacaan tertentu dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah SWT. Mungkin bisa kita samakan dengan zikir: mengingat Allah dengan melafalkan kalimah2 thayyibah. Apa yang bisa kita ambil dari kata-kata Pak Munir Mulkhan itu? Bahwa menulis itu sesungguhnya wasilah untuk mendekatkan diri pada Allah. Menulis adalah olah batin dan laku spiritual. Dengan begitu, menulis adalah aktivitas mulia yang bernilai ibadah dan sangat bermanfaat.
Kalau sudah begitu, tidak menjadi soal pabila tulisan kita tidak dibaca orang, atau tidak diterima oleh media massa maupun redaktur. Kita pun tidak akan patah arang jika tulisan-tulisan kita terus ditolak media/penerbit. Karena toh kita sudah merasakan nikmatnya “wiridan” tersebut. Justru, dengan begitu sebetulnya secara tidak langsung akan menghasilkan kebiasaan menulis, sehingga lambat-laun dengan sendirinya tulisan kita semakin berkualitas. Dan bukan tidak mungkin redaktur pun akan terketuk pintu hati dan otaknya saat membaca tulisan kita.
Satu hal yang perlu diingat, bahwa wirid/zikir adalah aktivitas yang tidak mengenal waktu. Tidak hanya selepas shalat, tapi “Qiyaman wa qu’udan,” begitu ditulis dalam Al-Qur’an. Begitu juga dengan menulis pabila dijadikan sebagai wirid, maka konsekuensinya harus melakukan ritual menulis setiap hari. Dengan begitu, kemahiran dalam menulis hanyalah soal waktu. Dimuat di media massa hanya soal waktu. Dan, naskah kita diterima penerbit hanya soal waktu juga.
Btw, apakah hari ini kawan2 sudah melakukan wirid menulis?
Tema yang ditulisnya biasanya seputar keislaman (tasawuf, pendidikan Islam, dll). Apa sih yang bisa membuat dia produktif? Tentu kita bertanya-tanya soal itu. Di usianya yang sudah uzur ternyata beliau masih semangat menulis dan menghasilkan karya. Suatu ketika dalam sebuah seminar, ada yang bertanya sebagaimana pertanyaan di atas, ‘apa sih yang bisa membuat bapak Munir Mulkhan produktif?’ beliau lantas menjawab: “Saya menjadikan menulis sebagai wirid”. Singkat, padat, dan mendalam.
Kita tahu bahwa wirid adalah melafalkan bacaan-bacaan tertentu dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah SWT. Mungkin bisa kita samakan dengan zikir: mengingat Allah dengan melafalkan kalimah2 thayyibah. Apa yang bisa kita ambil dari kata-kata Pak Munir Mulkhan itu? Bahwa menulis itu sesungguhnya wasilah untuk mendekatkan diri pada Allah. Menulis adalah olah batin dan laku spiritual. Dengan begitu, menulis adalah aktivitas mulia yang bernilai ibadah dan sangat bermanfaat.
Kalau sudah begitu, tidak menjadi soal pabila tulisan kita tidak dibaca orang, atau tidak diterima oleh media massa maupun redaktur. Kita pun tidak akan patah arang jika tulisan-tulisan kita terus ditolak media/penerbit. Karena toh kita sudah merasakan nikmatnya “wiridan” tersebut. Justru, dengan begitu sebetulnya secara tidak langsung akan menghasilkan kebiasaan menulis, sehingga lambat-laun dengan sendirinya tulisan kita semakin berkualitas. Dan bukan tidak mungkin redaktur pun akan terketuk pintu hati dan otaknya saat membaca tulisan kita.
Satu hal yang perlu diingat, bahwa wirid/zikir adalah aktivitas yang tidak mengenal waktu. Tidak hanya selepas shalat, tapi “Qiyaman wa qu’udan,” begitu ditulis dalam Al-Qur’an. Begitu juga dengan menulis pabila dijadikan sebagai wirid, maka konsekuensinya harus melakukan ritual menulis setiap hari. Dengan begitu, kemahiran dalam menulis hanyalah soal waktu. Dimuat di media massa hanya soal waktu. Dan, naskah kita diterima penerbit hanya soal waktu juga.
Btw, apakah hari ini kawan2 sudah melakukan wirid menulis?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar