“Setelah gak kerja di situ lagi, terus kerjamu apa sekarang?” tanya aku, kepada seorang kawan.
Dia menjawab, “Aku kerja freelance. Dan, aku sangat bahagia dengan pekerjaanku ini.”
Amboi. Indah sekali aku mendengar jawaban dari seorang kawan itu. Betapa nikmatnya kerja yang dikerjakan penuh dengan rasa bahagia itu.
Betapa sering aku mendengar orang-orang “mengeluh” dengan pekerjaannya. Terkesan tidak bahagia. Mereka bekerja hanya sebatas mencari uang. Soal nikmat atau tidak dengan apa yang dikerjakannya, itu lain hal. Oleh karena itu, mereka ingin segera menyelesaikan pekerjaannya, ingin segera habis jadwal jam kerjanya, ingin segera datang hari libur, membenci hari senin, mengawali hari dengan menggerutu, dan seterusnya, dan seterusnya.
Walhasil, mereka tidak sungguh-sungguh dalam bekerja. Mereka sering korupsi waktu; datang terlambat, pulang cepat, tugas pekerjaannya sering molor alias tidak tepat waktu. Mereka bekerja lantaran terpaksa. Itulah saya kira gambaran orang yang bekerja dengan perasaan tidak bahagia. Mereka bekerja hanya sebatas menjalankan kewajiban, meski kewajibannya sering kali dikorup. Namun, parahnya lagi, mereka sangat “melek” terhadap uang. Sensitif sekali dengan rupiah. Salah satunya, ingin meraih uang dengan jumlah yang banyak.
Namun, harus juga disadari bahwa antara pekerjaan kita dengan “pekerjaan” yang kita senangi sering kali menjadi dua hal yang berbeda. Kita bekerja, baik bekerja pada orang lain, maupun bekerja yang dikelola sendiri, selalu mendapatkan bayaran (berupa uang). Tapi, apa yang kita lakukan dengan penuh kesenangan tidak mesti menghasilkan uang. Dua hal inilah yang sering kali kita alami. Itu menjadi sebuah dilema. Meski pada akhirnya kita sering kali lebih memilih bekerja (yang menghasilkan uang) ketimbang “bekerja” dengan yang kita senangi (yang tidak mesti menghasilkan uang).
Jadi, alangkah bahagianya orang yang bisa menggabungkan di antara dua hal itu, di mana pekerjaan yang dia senangi ada yang membayarnya. Pekerjaannya tidak menjadi sebuah “penderitaan” atau “keterpaksaan”, tetapi kebahagiaan. Bahagialah orang yang menikmati pekerjaannya.
Jogjakarta, Jumat, 26 November 2010, Pkl. 07.00.
Padi tumbuh dalam kesunyian, sejak hijau hingga menguning. Dia tidak banyak "bicara" dan gembar-gembor untuk mempersiapkan kematangannya. Dan saat matang dia justru merunduk. Semakin berisi semakin tunduk. [iqbal.dawami@gmail.com]
Jumat, 26 November 2010
Kamis, 25 November 2010
Kuliner di Kudus
Bismillah… hari ini aku merasa segar sekali, baik jiwa maupun raga. Barusan aku menghabiskan secangkir kopi Kapal Api. Sembari ngopi aku ngobrol ngalor ngidul dengan kawan. Ah, nikmat sekali. Dan, ketika kopi mau habis, kami pun mengakhiri obrolan. Kami mulai aktivitas masing-masing. Aku memilih membuka laptopku. Dan memulai menulis catatan ini.
Sembari mendengar lagu-lagu Doel Soembang, aku ingin bercerita pas kemarin di Kudus. Malam hari, bersama dua orang kawan, satunya wartawan Suara Merdeka, dan satunya lagi esais, kami berwisata kuliner di kota kudus. Ada dua tempat yang kami singgahi. Pertama, warung makan sop ayam. Baru kali itu aku merasakan nikmatnya makan sop ayam. Kuahnya terasa nikmat sekali. Porsinya juga porsi jumbo. Mangkuknya besar sekali. Berbeda dengan mangkok yang sering kulihat di warung-warung makan jogja, mangkuknya kecil-kecil. Tentu saja itu berpengaruh pada porsi makanannya.
Setelah selesai menghabiskan semangkuk sop ayam, kami meluncur ke lokasi kuliner lainnya. Kami menuju lesehan wedang alang-alang. Senang sekali aku mendengarnya. Kupikir pasti unik nih wedangnya. Seperti halnya keunikan kopi jos di Jogjakarta. Dan benar saja, ketika kulihat wedang itu, unik sekali wedangnya. Wedang tersebut warnanya agak kekuning-kuningan, dan ada rempah-rempahnya, semacam akar begitu. Dan, rasanya mirip jahe. Dan mirip rasa purwaceng juga, ketika aku dulu meminumnya di Dieng.
Alang-alang atau ilalang adalah sejenis rumput berdaun tajam yang merupakan gulma (tumbuhan pengganggu) para petani. Konon, ilalang mempunyai manfaat di bidang kesehatan. Di antaranya sebagai pelembut kulit; peluruh air seni, pembersih darah, penambah nafsu makan, penghenti perdarahan dan lain-lainnya.
Kulihat banyak orang menikmati wedang tersebut. Ada yang berpasangan, muda-mudi, ada pula yang bersama keluarganya. Nikmat sekali memang menyeruput wedang alang-alang, apalagi setelah capai sehabis kerja seharian.
Sembari menyeruput wedang alang-alang kami ngobrol ngalor-ngidul. Dari obrolan itu, banyak infromasi yang berharga buatku terutama dalam soal tulis-menulis dan beberapa informasi penting mengenai dunia pendidikan di Kudus.
Sembari mendengar lagu-lagu Doel Soembang, aku ingin bercerita pas kemarin di Kudus. Malam hari, bersama dua orang kawan, satunya wartawan Suara Merdeka, dan satunya lagi esais, kami berwisata kuliner di kota kudus. Ada dua tempat yang kami singgahi. Pertama, warung makan sop ayam. Baru kali itu aku merasakan nikmatnya makan sop ayam. Kuahnya terasa nikmat sekali. Porsinya juga porsi jumbo. Mangkuknya besar sekali. Berbeda dengan mangkok yang sering kulihat di warung-warung makan jogja, mangkuknya kecil-kecil. Tentu saja itu berpengaruh pada porsi makanannya.
Setelah selesai menghabiskan semangkuk sop ayam, kami meluncur ke lokasi kuliner lainnya. Kami menuju lesehan wedang alang-alang. Senang sekali aku mendengarnya. Kupikir pasti unik nih wedangnya. Seperti halnya keunikan kopi jos di Jogjakarta. Dan benar saja, ketika kulihat wedang itu, unik sekali wedangnya. Wedang tersebut warnanya agak kekuning-kuningan, dan ada rempah-rempahnya, semacam akar begitu. Dan, rasanya mirip jahe. Dan mirip rasa purwaceng juga, ketika aku dulu meminumnya di Dieng.
Alang-alang atau ilalang adalah sejenis rumput berdaun tajam yang merupakan gulma (tumbuhan pengganggu) para petani. Konon, ilalang mempunyai manfaat di bidang kesehatan. Di antaranya sebagai pelembut kulit; peluruh air seni, pembersih darah, penambah nafsu makan, penghenti perdarahan dan lain-lainnya.
Kulihat banyak orang menikmati wedang tersebut. Ada yang berpasangan, muda-mudi, ada pula yang bersama keluarganya. Nikmat sekali memang menyeruput wedang alang-alang, apalagi setelah capai sehabis kerja seharian.
Sembari menyeruput wedang alang-alang kami ngobrol ngalor-ngidul. Dari obrolan itu, banyak infromasi yang berharga buatku terutama dalam soal tulis-menulis dan beberapa informasi penting mengenai dunia pendidikan di Kudus.
Langganan:
Postingan (Atom)