Lelaki itu bernama Jean-Dominique Bauby, pemimpin redaksi majalah Elle, Prancis. Tahun 1996 ia meninggal dalam usia 45 tahun setelah menyelesaikan memoarnya yang ditulisnya secara sangat istimewa. Judulnya, “Le Scaphandre” et le Papillon (The Bubble and the Butterfly). Setahun sebelumnya, ia terkena stroke yang menyebabkan seluruh tubuhnya lumpuh.
Ia mengalami apa yang disebut locked-in syndrome, kelumpuhan total. Memang, ia masih dapat berpikir jernih tetapi sama sekali tidak bisa berbicara maupun bergerak. Satu-satunya otot yang masih dapat digerakannya adalah kelopak mata kirinya. Dan itulah satu-satunya cara dia berkomunikasi dengan para perawat, dokter rumah sakit, keluarga dan teman-temannya.
Dalam masa stroke-nya, ia menulis buku. Bagaimana caranya? Ia dibantu oleh keluarganya untuk menunjukkan huruf demi huruf dan si Jean akan berkedip apabila huruf yang ditunjukkan adalah yang dipilihnya.
Jean adalah contoh orang yang tidak menyerah pada nasib yang digariskan untuknya. Dia tetap hidup dalam kelumpuhan dan tetap berpikir jernih untuk bisa menjadi seseorang yang berguna, walaupun untuk menelan ludah saja, dia tidak mampu, karena seluruh otot dan saraf di tubuhnya lumpuh. Tetapi yang patut aku teladani adalah bagaimana dia menyikapi situasi hidup yang dialaminya dengan baik.
Betapa mengagumkan semangat hidup dan tekad maupun kemauannya untuk menulis dan membagikan kisah hidupnya yang begitu luar biasa. Ia meninggal tiga hari setelah bukunya diterbitkan.
Jean, tetap hidup dengan bahagia dan optimistis, dengan kondisinya yang seperti sosok mayat bernapas. Sedangkan aku yang hidup tanpa punya problem seberat Jean, sering menjadi manusia yang selalu mengeluh. Coba ingat-ingat apa yang aku lakukan. Ketika mendapat cuaca hujan, biasanya menggerutu. Sebaliknya, mendapat cuaca panas juga menggerutu.
Boleh jadi, seberat apa pun problem dan beban hidup aku semua, hampir tidak ada artinya dibandingkan dengan Jean.
Ya, aku harus percaya bahwa sebagai manusia masing-masing telah diberikan potensi untuk tetap survive dalam kondisi yang sesulit apa pun oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga jika aku mau menggunakan potensi tersebut aku pasti akan dapat melalui kesulitan demi kekurangan dan kesulitan yang aku hadapi. Aku, sebagai manusia tidak mungkin akan selalu mengalami hal-hal yang menyenangkan, suatu ketika aku pasti akan mengalami hal-hal yang menyedihkan, begitu pula sebaliknya. Dan pada saat itulah aku harus mengaktifkan potensi survive yang aku miliki. Dengan penuh keyakinan aku harus percaya bahwa aku akan dapat mencapai kondisi yang menyenangkan hatiku.
Seseorang yang telah mencapai hal-hal yang diinginkannya biasanya mengalami perubahan mental, pola pikir, gaya hidup, cara bertindak, dan sebagainya. Perubahan-perubahan ini biasanya dapat menjerumuskan mereka ke dalam kejatuhan dan kegagalan. Dengan kata lain seseorang yang telah berhasil biasanya cenderung untuk menjadi sombong, tidak mau belajar dari orang lain, merasa bahwa dirinya adalah yang paling benar dan pandai, meremehkan orang lain, dan serakah.
Sikap-sikap seperti inilah yang kebanyakan membuat orang-orang berhasil dan sukses masuk ke dalam jurang pencobaan dan menemui kegagalan dan kehancuran. Oleh karena itu apabila aku suatu saat telah menjadi orang yang sukses, aku harus waspada dan sering-sering mengintrospeksi diri karena perubahan-perubahan sikap yang aku alami baik secara langsung maupun tidak langsung dapat membawa aku kepada kejatuhan dan kegagalan.
Sebaliknya kegagalan yang berkali-kali dialami seseorang dapat mendidik orang tersebut menjadi lebih tangguh dan lebih tangguh lagi karena ia banyak belajar dari kegagalan yang dialaminya. Dan apabila ia semakin bertekun bukan tidak mustahil ia akan berhasil meraih kesuksesan dan keberhasilan yang gemilang.
Melihat pengalaman orang-orang sukses yang bangkit dari kegagalan aku dapat mengatakan bahwa kegagalan sesungguhnya adalah pelajaran yang sangat berharga. Maka jangan cuma menyesali dan meratapinya, tetapi belajarlah dari kegagalan-kegagalan yang aku alami. Pelajari mengapa aku sampai gagal. Sehingga di lain waktu aku bisa lebih hati-hati dalam setiap tindakan. Dan kegagalan yang lalu tidak akan terulang lagi pada diriku.***
Yogyakarta, 27 Juli 2009, Pkl. 23.00
2 komentar:
artikel ini mengingatkan pada diri kita sendiri bahwa betapa penderitaan yang kita alami belum begitu parah jika dibanding dengan penderitaan orang lain.Cuma terkadang kita sering lupa diri maunya semua serba sempurna.Lebih dari itu artikel ini membuat semangat saya untuk menulis lebih membara lagi.Trim bung Iqbal.
Betul,pak,boleh jadi penderitaan kita belum seberapa.Mari kita syukuri hal ini.Dengan apa? salah satunya dengan semangat menulis :). Makasih.
Posting Komentar