Selasa, 13 Desember 2011

E 63

Sambil marende (ngelonin) Aghza, aku mencoba menulis. Entah mau menulis apa. Aku menulisnya di handphone Nokia E 63. Aku bersyukur sekali bisa beli hp ini, karena aku bisa menulis dimana saja dan sambil apa saja. Contohnya pada saat ini, sambil tiduran aku menulis. Fasilitas ini sangat mendukung aku dalam karier kepenulisanku. Hp ini belum begitu lama aku beli, jadi belum bisa kumaksimalkan segala fasilitasnya. Tapi aku memang hanya tertarik dengan fasilitas word-nya saja. Karena memang itu niatku membeli hp ini; ada fasilitas office-nya, utamanya word-nya.


Dan harapanku setelah mempunyai hp ini aku bisa lebih produktif lagi dalam menulis. Aku harap juga aku kehabisan alasan untuk tidak menulis, entah itu waktu, tempat, maupun fasilitas. Dan semoga semangat menulisku karena adanya hp ini bukan semangat sementara, bukan hangat-hangat tahi ayam. Ya, aku harus sadar bahwa semangat yang didasari kebendaan atau yang bersifat eksternal biasanya tidak lama, alias sementara. Biasanya begitu. Oleh karena itu aku harus dapat mengkonversinya menjadi semangat internal, yang betul-betul dapat tahan lama.

Fasilitas tidak lebih penting dari menulis itu sendiri. Dengan kata lain, tanpa fasilitas pun aktifitas menulis harus dijalani. Banyak orang beralasan tidak bisa menulis lantaran tidak punya komputer, atau 'nanti saja menulisnya kalau sudah punya laptop', atau ' seandainya aku punya komputer aku akan rajin menulis'. Haha, itu hanya alasan saja, percayalah. Soalnya aku pernah mengalami hal itu. Bahkan alasanku saat ini adalah soal waktu, bukan soal fasilitas; aku sering berkata nanti aku menulis pada pagi hari, eh saat pagi datang malah aku enak tiduran.

Kekuasaan mutlak ada dalam diri kita. Kitalah yang mengendalikan sepenuhnya atas kehendak kita setelah Tuhan. Komputer, laptop, hp, dan lain-lain hanyalah fasilitas belaka, jadi anda tidak boleh dikendalikan oleh semua fasilitas itu. So, tanpa fasilitas yang saya sebutkan di atas pun anda tetap bisa menulis asalkan anda punya kehendak untuk melakukannya. Fasilitas hanya wadah untuk bisa melakukannya senyaman dan seefektif mungkin. Fasilitas hanya penunjang agar anda bisa melakukannya dengan baik.

Tapi itu bukan yang utama. Yang utama adalah menulis itu sendiri. Terserah anda menulis di apa saja, asal anda bisa menuliskannya. Anda bisa menulis di buku tulis, buku bekas yang halaman belakangnya masih kosong, bahkan bisa juga di bekas kertas bekas pembungkus bawang, cabai, kemiri, dan lain-lain (kesannya eksotis banget). Jangan salah, aku pun pernah mengalami hal itu. Pada saat belajar menulis resensi, aku masih belum punya komputer, terlebih notebook/laptop. Aku menulis di kertas bekas di halaman belakangnya. Setelah selesai satu tulisan, aku kemudian ke rental, untuk mengetiknya. Jadi, pekerjaanku dua kali. Kedaan itu aku jalani kurang lebih setengah tahun.

Sama halnya juga dengan Emha Ainun Nadjib yang akrab dipanggil Cak Nun. Dia katanya sering menulis di secarik kertas. Pada saat dia manggung lalu mendapat ide, dia pergi ke belakang panggung dan menungkan idenya di secarik kertas. Tidak heran apabila dia begitu produktif (menulis) di tengah produktifitas lainnya, seperti ceramah budaya, main teater, dan bermusik dengan Kyai Kanjeng. Padahal saat itu belum zamannya komputer, dan aku yakin dia tidak begitu akrab dengan soal fasilitas modern itu, paling-paling hanya mesin ketik.

Seorang kawan yang cukup produktif menulis di media massa, Muhammadun As, pernah berkisah juga bahwa di sela-sela kesibukannya mengurus rumah tangga dan kuliah masternya, dia tetap bisa menulis. Aktivitas menulisnya sama sekali tak terganggu. Jadi setelah anak dan istrinya tidur, dia kemudian menulis. Agar kuat menulis, dia cukup menyediakan air putih saja, dan mungkin dengan beberapa batang rokok. Luar biasa, bukan? Bahwa selain ketiadaan fasilitas, waktu sibuk pun bukan alasan untuk tidak bisa menulis.

Satu lagi alasan yang biasanya orang tidak bisa menulis, yaitu tidak adanya mood. Haha, ini nih yang sering sekali aku mendengarnya. Tidak adanya mood membuat orang macet menulis. Mereka tidak ada hasrat untuk menggerakan otak dan jari-jari tangannya baik di atas kertas maupun komputer/laptop. Tapi tunggu dulu, apa betul anda macet menulis karena tidak ada mood? Jangan langsung menuduh mood dulu, siapa tahu bukan itu penyebabnya. Kalau aku tidak begitu percaya penyebabnya itu, aku lebih percaya bahwa penyebab macet menulis lantaran aku malas berpikir dan malas menulis. Itu saja. Anda boleh percaya boleh tidak.

Aku berharap setelah punya hp ini aku tidak malas-malasan lagi untuk menulis.[]

Pati, 9 Desember, 2011, pkl. 14.21 WIB

Tidak ada komentar: