Minggu, 16 Mei 2010

Sang Nabi di Mata Tasaro GK

Rabu, 12 Mei 2010, aku menghadiri acara diskusi novel Muhammad (2010) karya Tasaro GK. Acara tersebut diadakan di Toga Mas, Jl. Gejayan, Yogyakarta pada pukul 16.00 hingga 18.00. Pembicaranya adalah penulisnya sendiri, Tasaro GK yang dipandu oleh Salman Faridi (CEO penerbit BENTANG).

Menarik sekali mengikuti acara diskusi novel Muhammad ini. Kelebihan acara itu adalah format acaranya yang sangat santai, di mana pembicara maupun peserta duduk ala lesehan, dan peserta diberi kesempatan bertanya atau berkomentar di tengah-tengah pembahasannya. Dan, disediakan pula angkringan beserta makanannya, seperti ceker ayam, sate telor puyuh, dan aneka gorengan. Hmm... maknyuss… (sayang, tidak ada kopi, teh hangat, maupun gogodoh, padahal cuaca sedang hujan kala itu).

Bagiku (dan barangkali peserta lainnya) acara tersebut kesempatan emas untuk menanyakan dan komentar langsung kepada sang penulisnya perihal novel Muhammad.
Dalam diskusi, Tasaro lebih banyak membicarakan asbabul wurud dan proses kreatif menulis Novel Muhammad, ketimbang membicarakan isi novel. Harus dimaklumi, peserta memang banyak bertanya soal itu dan sebagian peserta belum membaca novelnya.

Didorong oleh rasa gelisah dengan adanya fenomena penghinaan terhadap Nabi Muhammad dan reaksi kaum muslim atas penghinaan tersebut, Tasaro kemudian menulis novel Muhammad ini. Tentu saja adalah sebuah kesalahan bagi siapa pun yang melakukan penghinaan -- kepada siapa pun, terlebih kepada Nabi Muhammad, sebagai manusia yang agung dan suri tauladan. Namun, apakah reaksi kita atas penghinaan tersebut harus dibalas dengan kekerasan? Inilah yang menjadi keprihatinan Tasaro. “Reaksi” Tasaro adalah dengan jalan menulis novel tentang Nabi Muhammad. Dia mencoba menuangkan kisah Muhammad lewat novel, dengan harapan orang-orang yang menghina Nabi paham bahwa Nabi tidaklah sebagaimana yang mereka anggap demikian.

Tasaro sendiri tidak menanggapi hinaan atas Nabi Muhammad, karena sedistorsi apa pun persepsi atas Muhammad, tetap akan memancarkan sinar kemuliaan diri Muhammad. Itulah keyakinan Tasaro.

Sebetulnya, untuk menulis novel tentang Nabi Muhammad sungguh tidak mudah. Terlalu berisiko dan butuh keberanian yang besar. Sedikit saja ada kesalahan atau ketidaksepemahaman dengan khalayak masyakarat akan berakibat fatal. Dan ini pun disadari oleh Tasaro. Tapi, dengan niat dan tujuan yang benar (sesuai yang ia yakini), ia berani menuliskannya.

Orang pertama yang ia beritahu niat menulis tentang ini adalah ibunya. Apa jawaban ibunya? Pembaca akan tahu di novelnya langsung di halaman persembahan. Ketika Tasaro memberitahukan niatnya tersebut kepada teman-teman dan saudara-saudaranya mempunyai pendapat yang hampir sama, “Terlalu berisiko, dan siap-siap dicerca orang”. Senada dengan jawaban ibunya.

Tapi, Tasaro adalah Tasaro, ia tidak bergeming. Ia terus maju mewujudkan niatnya: MENULIS TENTANG NABI MUHAMMAD. Karena, ia pun seperti halnya orang lain yang melarang niatnya itu: atas dasar cinta kepada Nabi Muhammad.

Tasaro menjelaskan bahwa kaum muslim mencintai Nabi Muhammad, tapi banyak yang tidak berani “mendekatinya”. Mereka menjaga jarak, lantaran khawatir salah mendekatinya. Parahnya lagi, tidak sampai 50 persen kaum muslim yang pernah membaca sirah nabawiyah (sejarah hidup Nabi Muhammad).

Melihat fenomena itu dan kemudian dikaitkan dengan terbitnya novel tersebut, salah satu peserta ada yang berkomentar bahwa sangat ironik seorang muslim yang mencintai Nabinya tapi tidak tahu sejarah hidupnya. Oleh karena itu, kehadiran novel Muhammad sangat diharapkan untuk mengisi kekosongan tersebut, bahwa seorang muslim (khususnya) perlu membaca novel ini agar bisa mengenal Nabinya, jika mereka memang tidak ingin membaca sirah nabawiyah -- jika dirasa kaku dan kering karena terlalu ilmiah. Jadi, sebuah pendekatan yang sangat bagus yang diperbuat Tasaro ini.

Dan, uniknya, acara ini dihadiri peserta yang beragama Kristen. Amboi, alangkah kagetnya aku, ternyata mereka sudah membaca novel Muhammad. Dan, yang paling menggetarkan dari pendapat mereka setelah membaca novel itu, yang katanya, mereka jadi tahu sosok Nabi Muhammad dan Islam sendiri. Mereka mengaku sebelum membaca novel itu, pandangan tentang Islam sedikit negatif, karena selalu dikaitkan dengan teroris dan kekerasan, misalnya. Tapi, setelah membaca novel ini, ternyata mereka salah menilai. Islam sejatinya adalah agama penyayang, rahmat bagi semesta alam.

Di tengah diskusi, Tasaro memperkenalkan dan menunjukkan salah seorang teman yang beragama Kristen, bernama Rampa Maega, yang berada di antara peserta diskusi. Ia adalah orang sedikit-banyak membantu proses penulisan novel Muhammad. Tasaro bahkan berani mengatakan kalau novelnya ikut “ditulis” olehnya juga. Karena, banyak sekali hal-hal yang selalu didiskusikan dalam menulis novel ini.

Tasaro memang penulis muda berbakat. Hasil racikannya selalu mendecak kagum pembaca dan mendapatkan penghargaan, seperti penghargaan Adikarya IKAPI dan kategori novel terbaik; Di Serambi Mekkah (2006) dan O, Achilles (2007), Wandu; novel terbaik FLP Award 2005, Mad Man Show (juara cerbung Femina 2006), Bubat (juara skenario Direktorat Film 2006), Kontes Kecantikan, Legalisasi Kemunafikan (penghargaan Menpora 2009), dan Galaksi Kinanthi (Karya Terpuji Anugerah Pena 2009).

Ia mengaku, novel Muhammad adalah novel yang ditulis dengan melibatkan banyak orang dan banyak revisi (mencapai belasan kali), dibanding novel-novel lainnya yang pernah ditulis. Referensi yang digunakan pun sangat representatif, seperti karya Karen Armstrong, Muhammad Husein Haikal, Tariq Ramadhan, Martin Lings, dan yang lainnya.

Hal itu membuktikan bahwa Tasaro menulis novel ini sangat serius. Ia hendak menjadikan karyanya karya yang “original”, dalam arti mempunyai sudut pandang yang baru di antara penulis-penulis tentang Nabi Muhammad. Novel ini boleh dikata pandangan Tasaro atas Sang Nabi.

Namun, sayang, dalam acara itu tidak ada pembicara kedua yang menilai novel tersebut, baik kelebihan maupun kekurangannya. Dan, tidak ada pula peserta yang sudah membaca bukunya berkomentar soal sisi sastranya. Karena, bagaimana pun buku ini adalah novel yang layak dinikmati sebagai karya sastra.

Jika anda ingin membaca sejarah Nabi Muhammad dengan cita rasa sastra silakan baca novel ini. Dan, sekuelnya akan terbit pada Agustus 2010, bertepatan dengan bulan Ramadhan 1431 H. []

M. Iqbal Dawami, penikmat sastra, teh, dan gogodoh.

2 komentar:

Marleny mengatakan...

yups...keren abiz novel ini. tak hanya keberanian tapi juga kecerdasan yg mengagumkan...tasaro berhasil menuliskan sirah dalam bentuk berbeda bahkan sudut pandang yang khas. Kashva....siapa sebenarnya dia??
^^ apakah ia adalah seorang sahabat yg dengan brilian memberi usul membuat parit sebgai strategi perang yg hrus dilakukan??perjalanannyapun begitu menarik untuk disimak : )

Reon mengatakan...

Sy jg bru membaca bukunya. Sejujurnya sy kurang menikmati cerita ttg Kashva, tp sy sgt suka saat membaca bab-bab ttg kehidupan Nabi SAW... ^_^